Seragam Sekolah Jadi Ajang Bisnis

jabarekspres.com, SOREANG – Setiap tahun ajaran baru, ada saja kelakuan oknum guru yang melakukan pungutan dengan dalih menjual seragam dan Buku LKS kepada siswa didiknya.

Salah satu orang tua siswa di SMPN 1 Baleendah yang enggan disebutkan namnya, mengungkapkan, pembelian seragam kepada setiap siswa diwajibkan dengan harga terbilang mahal.

Menurutnya, setiap siswa harus membeli seragam dengan dalih disediakan oleh Koperasi sekolah seperti seragam olahraga, Batik, Seragam Khusus (Muslim), Pramuka dan Atribut SMPN Baleendah.

Dia menyebutkan, untuk paket harga seragam tersebut setiap orang tua harus menyediakan uang Rp 970 ribu dengan pembayaran secara langsung.

“Bayarnya tidak boleh dicicil, harus cash, inikan memberatkan bagi siswa yang kurang mampu,” ucap dia

Penjualan seragam ini, sering dilakukan dengan pemaksaan. Meskipun secara tidak langsung. Sehingga, membuat siswa merasa ketakutan dan malu untuk bersekolah

“Jadi bagi siswa yang belum lunas membayar, konsekwensina tidak diberi seragam tersebut,” kata dia

Selain itu, bagi orang tua siswa membayar sebesar 50 persen dari total uang paket seragam pihak sekolah hanya memberikan 2 potong seragam saja.

Sementara itu, ketika diklarifikasi melalui telefon genggamnya terkait masalah ini Kepala SMPN1 Baleendah tidak bisa dihubungi sama sekali. Padahal nada sambungan telpon jelas terhubung.

Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung Juhana mengaku, akan melakukan kroscek langsung mengenai masalah tersebut. Bila perlu akan memberikan teguran kepada kepala sekolah SMP Negeri 1 Baleendah.

“Nanti saya akan cek dan tegur akalau ada siswa yang merasa terbebani dengan membeli seragam,”cetus Juhana.

Dirinya menghimbau kepada seluruh orang tua siswa jangan

merasa terbebani dengan kewajiban membeli seragam dari pihak sekolah. Terlebih si anak merasa malu dan minder.

Dengan begitu, pihaknya akan melarang dengan tegas bila sekolah SD dan SMP di Kabupaten Bandung memberi beban orang tua apalagi mengakibatkan anak malas sekolah.

“Tidak boleh ada Satu orang anakpun usia sekolah putus sekolah karena alasan apapun, apalagi alasan tidak bisa bayar seragam,” pungkas Juhana (rus/yan)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan