Sekolah Inklusi Perlu Ditambah

jabarekspres.com, NGAMPRAH – Kabupaten Bandung Barat masih kekurangan sekolah inklusi, padahal jumlah anak berkebutuhan khusus (ABK) cukup banyak.

Saat ini, baru ada dua sekolah yang menerapkan sistem sekolah inklusi, yakni SDN Cisomang Barat di Kecamatan Cikalongwetan dan SDN 11 di Kecamatan Lembang. Hal tersebut diungkapkan Ketua Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Kabupaten Bandung Barat, Dian Rosita kepada wartawan belum lama ini.

Menurut dia, sekolah inklusi merupakan sekolah yang menyatukan sistem pembelajaran di satu lingkungan sekolah antara anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan anak tanpa berkebutuhan khusus (ABTK).

Dengan adanya sekolah inklusi, lanjut Dian, ABK dapat bersekolah di sekolah reguler yang ditunjuk sebagai sekolah inklusi. Hal itu bertujuan untuk menghindari perbedaan antara para murid penyandang disabilitas dengan murid normal lainnya.

“Dalam satu sekolahan yang sama, di situ disatukan antara anak yang normal dengan anak berkebutuhan khusus. Mereka bersatu agar saling menghargai dan menghormati. Pelajaran dan kurikulumnya juga sama,” ungkapnya.

Lebih jauh Dian menjelaskan, program sekolah inklusi sudah mulai dicetuskan oleh pusat sejak 2003. Untuk di Bandung Raya sendiri, sekolah inklusi ini pertama kali di praktekan di SD Tunas Harapan Kota Bandung. “Yang sudah ada SK-nya baru ada 2, di sekolah ini sudah menerima para penyandang disabilitas,” ucapnya.

Dian menuturkan, minimnya sekolah inklusi di KBB karena kekurang pemahaman secara teknis dari para guru dalam hal sistem pembelajaran model sekolah inklusi.

Untuk itu, kata Dian, melalui RBM yang bekerjasama dengan komunitas Save The Children mencoba melakukan advokasi kepada guru-guru, orang tua murid terkait pelaksanaan sistem sekolah inklusi.

“Seperti di Lembang kita bersama save the children mencoba mensupport para gurunya untuk menangani hal itu, bagaimana cara mempraktekan sistem pembelajaran inklusi,” kata dia.

Melalui RBM, kata dia, berbagai program diupayakan untuk menangani para penyandang disabilitas dari usia 0-18 tahun. Program tersebut, di antaranya mulai dari sekolah bermain, terapis keliling, parenting (penyuluhan kepada orang tua) dan kebutuhan lainnya.

“Pada 14 September nanti kita akan keliling untuk memberikan penyuluhan tentang kesehatan anak, karena penyandang disabilitas ini sakitnya beda,” katanya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan