Rahmat Andri Yana, Bersepeda Keliling Indonesia sambil Memungut Sampah di Jalan

Dalam sehari, Mamat bisa mengumpulkan sedikitnya 2 kg sampah plastik. Dia tidak lagi ingat sudah berapa pemulung yang disedekahi sampah plastiknya.

Meski berjalan dengan kecepatan sedang, akhirnya Mamat dan Sani tiba di Surabaya Rabu dini hari lalu (8/3). Mereka kemudian menginap di kompleks kantor Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) Surabaya. Oleh Kepala DKRTH Chalid Buhari, dua pesepeda itu diminta tidur di dalam kantornya. Namun, keduanya menolak. Mereka memilih bermalam di masjid DKRTH.

Paginya, Mamat bertemu dengan Chalid. Selain menjelaskan tujuannya bersepeda keliling Indonesia, Mamat minta stempel dan tanda-tangan dari Chalid di buku catatan perjalanannya. Di setiap kota, dia memang selalu meminta tanda tangan stempel dari pejabat setempat untuk bukti perjalanannya. Bisa orang pemda, polsek, ataupun koramil.

Mamat mengakui, setiap meminta tanda tangan dan stempel, dirinya sering diberi uang. Namun, dia selalu menolaknya. Sebab, dia tidak ingin aksinya terkesan meminta-minta bantuan. Dia justru ingin memberi sesuatu kepada orang lain. Meski, pemberiannya itu sekadar contoh agar orang tidak membuang sampah sembarangan.

Mamat menjalaskan, aksi berkeliling Indonesia sambil memungut sampah itu dilakukan untuk memperingati peristiwa longsornya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah, Cimahi Selatan, 21 Februari 2005. Musibah tersebut menelan 157 jiwa sehingga layak menjadi pengingat pentingnya pengelolaan sampah yang benar. Peristiwa itu juga diperingati sebagai Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN).

Masalahnya, dalam beberapa tahun terakhir, Mamat melihat peringatan tersebut lebih terkesan sebagai acara perayaan. ’’Kumpul, senang-senang, buang sampah bersama-sama, lalu lupa,’’ tutur pria yang memiliki segudang pengalaman mengelola bank sampah itu.

Mamat salut dengan masyarakat dan Pemkot Surabaya yang sangat peduli sampah sehingga jarang menemukan sampah-sampah plastik yang dibuang sembarangan. Di sepanjang Jalan Kertajaya, misalnya, dia hanya mendapatkan beberapa botol air mineral. Pasukan kuning sudah lebih dahulu membersihkannya.

Di Surabaya, Mamat berpisah dengan Sani. Sani akhirnya kembali ke Jogjakarta (tidak jadi finis di Banyuwangi) karena harus kuliah. Sedangkan Mamat meneruskan misinya. Sebelum menuju Banyuwangi, dia sempat blusukan ke kampung-kampung di Surabaya. Salah satunya menemui Komunitas Nol Sampah di Kecamatan Rungkut. Dia berbagi ilmu tentang bank sampah ala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Cimahi.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan