Pesawat N219 Membutuhkan Kucuran Dana Pemerintah

jabarekspres.com, Bandung – PT Dirgantara Indonesia (PT DI) telah menyiapkan beberapa skema dalam proses produksi dan pemasaran purwarupa pesawat N219. Salah satunya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.‎

”Caranya ada dua untuk memulai produksi, antara pemerintah memberikan investasi atau kita menunggu costumer yang mau beli dengan jumlah yang cukup banyak,” kata Direktur Produksi Arie Wibowo di Bandara Husein Sastranegara, Kota Bandung, kemarin (23/8)‎Dia mengatakan, jika mengandalkan dana dari investor, PTDI harus memikirkan sejumlah keuntungan yang harus diberikan. Sementara bila pemerintah mau memberikan dana, PTDI bisa melakukan produksi sambil mencari calon pembeli.

”Kalau melalui investor menginves ke PTDI, nanti dia akan meminta keuntungannya apa. Jadi hanya pemerintah yang bisa melakukan itu,” kata dia.

Menurutnya, dalam segi pemasaran ada tiga langkah yang bisa dilakukan pemerintah agar produk PTDI bisa bersaing dengan produk luar serta memenuhi kebutuhan pangsa pasar lokal.

Pertama, dengan menerapkan regulasi pajak yang sama, seperti ketika membeli pesawat dari luar negeri. Sebab, saat mendatangkan pesawat buatan negara lain ke Indonesia, pemerintah tidak membebankan biaya pajak apapun.

Sedangkan, jika produk yang dibuat dalam negeri kemudian dipasarkan ke perusahaan di negara sendiri, maka dibebankan pajak penjualan. ”Karena dipakai untuk umum maka di bebaskan pajaknya,” kata dia.

Kemudian, pemerintah juga diharapkan bisa menyubsidi nilai bunga kepada calon pembeli pesawat N219 yang hendak meminjam uang di perbankan. Sebab, nilai bunga di negara lain relatif lebih kecil dibanding di Indonesia.

‎”Pemerintah harus memberikan subsidi bunga. Kalau dia (calon pembeli, Red) pinjem uang di Indonesia dalam US dolar, enam sampai tujuh persen rate-nya. Kalau dari luar negeri bisa dua persen, apalagi Tiongkok bisa lebih kecil,” urainya.

Terakhir, pemerintah bisa mengeluarkan kebijakan subsidi pembelian pesawat bagi perusahaan maupun pemerintah daerah yang berada di wilayah perintis atau wilayah terpencil. Dengan begitu, pesawat tersebut bisa digunakan untuk menghubungkan daerah terpencil, tertinggal dan belum terlayani moda transportasi lain, dan secara komersial belum menguntungkan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan