Perintah Presiden Tidak Dijalankan

jabarekspres.com – BELUM terungkapnya pelaku penyerangan terhadap Novel Baswedan membuat publik mempertanyakan kinerja kepolisian. Pun demikian Novel. Kepada wartawan Jawa Pos Agus Dwi Prasetyo dan Imam Husein, Novel yang kini dirawat di Singapore General Hospital membeberkan sejumlah kejanggalan penanganan perkara yang dilakukan polisi. Berikut petikannya.

Sampai sekarang polisi belum berhasil mengungkap pelaku kasus penyerangan terhadap Anda. Seperti apa sebenarnya yang terjadi?

Coba sekarang cara berpikir kita dibalik. Kewajiban saya adalah melakukan tugas se­bagai aparatur negara. Itu sudah saya lakukan dan ke depan saya akan tetap lakukan. Saya tetap fokus melakukan itu dengan sekuat dan sekeras mungkin saya bisa. Kejadian ini tidak membuat saya gen­tar. Tidak membuat saya takut.

Lalu apa korelasinya dengan cara berpikir terbalik itu?

Soal ada permainan (di ba­lik kasus penyiraman, Red) dan ada hal yang tidak diung­kap (polisi), itu masalahnya bukan di saya. Itu masalahnya harus dipandang dari sisi yang lebih besar. Ini negara. Ne­gara punya aparatur, di anta­ranya saya. Dan saya diserang. Sekarang yang seharusnya marah siapa? Negara. Presiden mewakili negara sudah marah dan perintahkan ungkap ka­sus ini. Tapi tidak diungkap.

Maksud Anda, kepolisian tidak mengindahkan perintah presiden?

Secara manusiawi semesti­nya (penyerangan) ini tidak boleh dibiarkan. Karena kalau dibiarkan, efeknya adalah (tindakan teror terhadap apa­ratur negara) akan terulang. Bagi saya, ketika presiden memerintahkan untuk diung­kap, tapi ternyata tidak diung­kap, adalah pembangkangan yang harus dilihat sebagai masalah serius. Kok beraninya presiden menyuruh mengung­kap, tapi tidak dilaksanakan. Perspektif kita mestinya di­belokkan ke sana (pembang­kangan).

Lalu bagaimana kalau pembangkangan tetap dila­kukan?

Kalau saya ya terserah. Apa­kah ingin (pembangkangan) ini menjadi sejarah bahwa ada presiden memberikan perin­tah kepada aparatur, tapi tidak dilaksanakan? Ada aparatur yang bekerja benar, terus di­serang (teror), tapi sekarang dibiarkan. Bahkan, ditutup-tutupi pelakunya. Apakah ingin ada sejarah seperti itu? Sekarang zaman keterbukaan, tidak bisa lagi ditutup-tutupi.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan