Penantian Ratusan Tahun Kemunculan Burung Simbol Minahasa

Tertangkap di Warung, Diteliti, Dilepas Lagi

Manguni jadi simbol kabupaten, gereja, dan nama ormas. Tapi, tak seorang pun pernah melihatnya selama 1,5 abad. Spesimen tunggalnya tersimpan di museum di Belanda.

DON PAPULING, Ondong Siau

CIRI-CIRI fisik burung di tangan Buyung Mangangue itu memang mengarah ke si langka yang selama ini dicari. Tinggi badannya hanya 10 sentimeter. Sedangkan panjang rentang sayapnya tiga kali lipat.

Tapi, Buyung, anggota Ekspedisi Manguni, kelompok yang sudah bertahun-tahun meneliti burung langka tersebut, tetap tak mau berspekulasi. Sayap direntangkan lagi. Ditemukanlah corak berbelang.

Burung seukuran segenggam tangan orang dewasa tersebut juga punya kumis. Ketika direkam, ia juga menghasilkan suara seperti kucing dan sesekali mirip jangkrik.

Barulah Buyung yakin: itu celepuk siau. Atau di Minahasa, Sulawesi Utara, biasa dikenal sebagai manguni.

’’Kami melakukan pencarian bersama Perkumpulan Celebes Biodiversity. Namun, sudah dua tahun penelitian tidak membuahkan hasil. Tim putus asa dan hampir mengambil kesimpulan bahwa celepuk siau telah punah,’’ ucapnya kepada Manado Post (Jawa Pos Group) yang ikut menemaninya memastikan ciri-ciri burung tersebut.

Penantian terhadap kemunculan bahkan jauh lebih panjang ketimbang durasi penelitian Celebes Biodiversity. Tootosik, sebutan lain untuk burung yang secara sederhana juga biasa disebut burung hantu itu, sudah lebih dari 1,5 abad belum pernah dilihat secara hidup. Atau sejak ia kali pertama ditemukan pada 1866.

Menurut Marthin Makarunggala, satu-satunya informasi mengenai manguni siau hanya berasal dari spesimen tunggal yang dikoleksi pada 1866 oleh Duyvenbode dari Belanda.

’’Spesimen ini diterbitkan Shclegel pada tahun 1873 sebagai Scops siaoensis,’’ jelas ketua Perkumpulan Celebes Biodiversity yang meneliti hewan endemik khas Sulawesi itu.

Saat ini spesimen tersebut berada di RMNH (Rijkmuseum van Natuurlijke Historie), Leiden, Belanda. Dilengkapi keterangan lokasi tempat spesimen tersebut diambil, yaitu Siao-Oudang.

Di antara Celebes (Sulawesi) dan Sangi (Kepulauan Sangihe-Talaud). Siau memang merujuk pada nama pulau di wilayah Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, Sulawesi Utara.

’’Namun, tidak ada keterangan yang jelas tentang cara hidup, berkembang biak, dan ancaman kepunahan,’’ terang Marthin.

Tinggalkan Balasan