Pamerkan Lukisan Warga di Atas Saluran Air

Pendekatan kultural yang dilakukan Rahmat memang tidak selalu mendapat sambutan positif. Namun, perlahan tapi pasti, warga bisa menerima gagasan dia. Pada 2009 warga sepakat memakai nama Kampung Wisata Dago Pojok sebagai identitas. Sebab, salah satu tujuan mengupayakan gagasan tersebut adalah mendatangkan wisatawan ke kampung itu.

Namun, tiga tahun berselang, Kampung Wisata Dago Pojok berganti nama menjadi Kampung Kreatif Dago Pojok. Sampai saat ini nama tersebut masih dipakai. Rahmat menilai hal itu selaras dengan kehidupan warga.

Kini KKDP semakin berkembang. Setiap bulan dikunjungi ratusan wisatawan. Ada yang berniat pelesir, ada pula yang ingin belajar. Tamu dari negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand juga melimpah. ”Tamu dari instansi pemerintah atau mahasiswa dari luar kota juga sering mampir kemari,” ucap dia.

Lebih dari itu, tamu dari luar Asia juga mulai melirik kampung tersebut untuk dikunjungi. Di antaranya, turis dari Eropa dan Amerika. ”Minggu depan ada rombongan dari Eropa,” ucap Rahmat. Lantaran datang untuk belajar dan meneliti, para tamu itu kerap menginap di kampung tersebut. Pernah ada yang menginap sampai 10 hari.

Selain ladang untuk berbagi ilmu, KKDP menjadi lahan yang bisa dimanfaatkan warga untuk menambah penghasilan. ”Hasilnya untuk warga. Pengurus nggak ambil,” tegas Rahmat.

Setelah lima tahun berjalan, dia ingin modal bisa dimaksimalkan. Untuk itu, mulai tahun ini dia bersama pengurus KKDP yang lain menitikberatkan program pembangunan infrastruktur. Tujuannya, KKDP semakin baik dan terkenal. Bukan hanya aktivitas berkeseniannya, tapi juga bisa menyediakan fasilitas untuk berbagai kegiatan. Hal itu penting dilakukan agar KKDP bisa menjadi proyek percontohan untuk pembangunan kampung kreatif di Indonesia lainnya. (*/c10/ari/rie)

Tinggalkan Balasan