Pamerkan Lukisan Warga di Atas Saluran Air

Program beasiswa bagi anak tidak mampu pun diluncurkan. Sejak Rumah Kreatif Taboo pertama hadir sampai saat ini, ratusan anak turut ambil bagian. Mereka belajar meski dengan segala keterbatasan. Sejak saat itu pula langkahnya semakin jelas.

Selain mengajar, Rahmat berinteraksi dengan warga. Menggali nilai-nilai budaya dan tradisi yang ada di kampung tempat tinggalnya. ”Dulu di sini ada silat, wayang, dan kesenian lain,” kata Rahmat menirukan ucapan warga.

Mendapati cerita itu, dia kemudian mengajak warga membangkitkan kembali seni budaya, tradisi, dan beragam hal yang mengandung nilai seni. ”Ayo meramaikan kampung ini lagi,” ujarnya.

Pelan-pelan Rahmat memetakan sekaligus memberikan evaluasi tentang potensi seni yang tersimpan di sekitar tempat tinggalnya. Sudah enam tahun (2003-2009) dia melakukan pemetaan. ”Setelah itu, saya melakukan pendekatan kultural,” terang suami Ika Ismurdyahwati tersebut.

Pendekatan itu dia lakukan lantaran gagasan KKDP bermisi membentuk ekosistem berkesenian di antara warga. Bukan sekadar mengajak. Itu penting lantaran kegiatan berkesenian harus dilandasi dorongan dari dalam diri sendiri. Bukan perintah, apalagi paksaan. Selama enam tahun dia memetakan, pelan-pelan ekosistem itu mulai terbentuk.

Enam di antara sembilan RT di RW 09, Kelurahan Dago, punya identitas sendiri.

Bila warga aktif berkesenian, kata Rahmat, RT 1 bisa menjadi pusat mural dan industri rumahan ornamen ruangan. Batik dan jaipong juga kembali hidup. Lalu, RT 2 menjadi tempat untuk mengembangkan wayang golek, layang-layang, dan seni ukir.

Kemudian, di RT 3 disiapkan studio untuk para pelukis. Sedangkan RT 4 dan RT 7 menjadi area pemancingan ikan serta kerajinan bambu. Lalu, RT 9 dipakai sebagai tempat mengembangkan permainan tradisional untuk anak-anak.

Selama dalam proses pemetaan, banyak tantangan yang harus dilalui pria yang merayakan ulang tahun setiap 17 Agustus itu. Penolakan secara terang-terang dan nada-nada nyinyir warga menjadi makanan sehari-hari. Lebih dari itu, dia harus bersusah payah menyadarkan orang-orang yang sering bertindak onar di kampung tersebut.

”Sekarang mereka aktif berkarya,” katanya bangga. Bahkan, beberapa di antaranya menjadi pengurus Kampung Kreatif Dago Pojok.

Tinggalkan Balasan