Nugroho Imam Setiawan, Dosen Geologi UGM Peneliti Antartika

Komunikasi juga menjadi masalah tersendiri bagi Nugroho. Sebab, Antartika sudah pasti tidak terjangkau jaringan telepon seluler apa pun. Nugroho hanya membekali diri dengan telepon satelit untuk berkomunikasi. Kuota itu yang dia maksimalkan untuk bisa menghubungi keluarga selama dua bulan di Antartika. ”Komunikasi juga harus dibatasi karena kuota teleponnya hanya seratus menit,” ujarnya.

Satu hal yang disyukuri Nugroho selama penelitian adalah tidak pernah terkena sakit. Sebelum berangkat, Nugroho memang mengikuti saran JARE untuk diberi vaksin influenza dan tetanus. Luka-luka lantaran terpeleset, terantuk batu, terpukul palu, dan lecet di perjalanan menjadi hal biasa yang ditangani seketika. Bahkan, selama perjalanan pergi dan pulang naik kapal, Nugroho adalah sosok yang tahan banting. ”Kondisi gelombang samudra selatan sangat tinggi dan bisa membuat kapal miring 30 derajat. Saat sebagian besar mabuk laut, saya tidak pernah,” ujarnya.

Kini, menjelang akhir perjalanannya, Nugroho sudah sangat ingin melepas peluk rindunya dengan keluarga. Dia juga sudah ingin mencicipi ayam goreng kremes dan rawon kesukaannya. Selain itu, dari hasil penelitian, Nugroho memiliki keinginan besar.

Salah satunya, memublikasikan hasil penelitian tersebut dalam jurnal ilmiah, baik nasional maupun internasional. Sebagian sampel batuan yang dibawa saat ini akan disumbangkan ke museum geologi. Sebagian lagi digunakan untuk bahan ajar mahasiswanya di kampus. ”Saya harap ini dapat membuat mahasiswa meneladani dan mengikuti jejak saya serta bisa lebih baik daripada yang saya hasilkan,” tutur Nugroho.

Bagi Indonesia, Nugroho berharap ke depan lebih banyak keterlibatan peneliti tanah air ke Antartika. Sebagai negara besar dan negara kepulauan, banyak sekali topik riset di Antartika yang berhubungan langsung dengan Indonesia.

Meneliti lubang ozon di atas kutub selatan contohnya. Hal itu dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pelelehan es terjadi di Antartika dan bagaimana dampaknya terhadap naiknya muka air laut pada pulau-pulau di Indonesia. ”Sebagai negara maritim, Indonesia juga selayaknya meneliti biologi laut ataupun oseanografi secara komprehensif. Sebab, arus laut dari selatan menuju Indonesia berasal dari Antartika,” tutur Nugroho. (*/c9/owi/rie)

Tinggalkan Balasan