Nugroho Imam Setiawan, Dosen Geologi UGM Peneliti Antartika

Masing-masing mendirikan tenda berukuran 2 x 2 meter. Hanya ada satu tenda besar berkapasitas delapan orang yang digunakan untuk pertemuan dan makan. Bukan hal yang mudah mendirikan tenda di sana karena kondisi lapangan tidak selalu mulus. Sesekali Nugroho harus tidur di tenda dengan batuan tajam, bahkan di tengah cuaca badai salju.

Selama di sana, tidak pernah ada malam hari. Saat itu Antartika tengah memasuki musim panas sehingga matahari bersinar 24 jam setiap hari. Maka, Nugroho bersama rombongan JARE harus tidur dalam kondisi terang benderang.

Dalam tim geologi, semua memiliki satu tugas utama. Nugroho sendiri bertugas sebagai pencatat kondisi cuaca harian. Terkait pembagian tugas, Nugroho memiliki cerita tersendiri terhadap sosok Profesor Sotaru Baba. Peneliti dari Universitas Ryukyus itu diberi tanggung jawab sebagai koki.

”Pada saat memasak, kami semua membantu beliau menyiapkan bahan masakan dan memasaknya. Prof Sotaru Baba sangat memahami kondisi saya yang tidak memakan bahan makanan yang mengandung babi sehingga beliau selalu menyiapkan menu khusus untuk saya,” kenangnya.

Nugroho menjalankan rutinitas di Antartika dengan mengumpulkan sampel batu metamorf dan melakukan penjelajahan di sepanjang area. Setiap hari rombongan tim geologi JARE harus menempuh jarak 5–10 kilometer untuk melakukan penelitian. Sampel batuan yang dibawa di tas punggung juga menambah beban selama perjalanan. ”Beratnya bisa 15 sampai 20 kilogram,” ungkap Nugroho.

Untuk kebutuhan logistik, dalam beberapa waktu ada helikopter dari kapal Shirase yang membawa bahan makanan dan keperluan lain mengantarkan langsung ke lokasi para peneliti. Terkadang cuaca sangat buruk juga menerpa rombongan JARE. Situasi itu biasanya digunakan rombongan untuk beristirahat mengisi tenaga. Nugroho bercerita, di sela penelitian, dirinya berkesempatan mengunjungi Syowa, stasiun penelitian milik Jepang di Antartika. ”Saya di sana selama tiga hari,” katanya.

Selama di Syowa, Nugroho memanfaatkan kesempatan itu untuk satu hal langka, yaitu mandi. Selama di lapangan melakukan penelitian, Nugroho bersama rombongan JARE tidak pernah mandi. Dia hanya dibekali handuk basah yang mengandung antibiotik untuk membasuh seluruh badan selama di lapangan. ”Selain suhu dingin, menggunakan peralatan kimia untuk mandi bisa mencemari Antartika sehingga dilarang,” jelas Nugroho. Bahkan, kotoran seperti feses pun dilarang untuk dibuang. Semuanya harus dibawa untuk dibuang di kapal atau di Stasiun Syowa.

Tinggalkan Balasan