Mobil Listrik Made In Bandung Unjuk Gigi

jabarekspres.com, BANDUNG – Mahasiswa Itenas menciptakan kendaraan roda empat berteknologi listrik yang diberi nama Evhero. Mobil listrik itu menjadi salah satu karya anak bangsa untuk mengikuti perkembangan teknologi otomotif.

Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengaku terkesan dengan produk mobil listrik tersebut. Sebab, banyak karya anak bangsa yang punya kualitas bagus namun kadang tak mendapat panggung di negeri sendiri.

”Setelah saya coba tadi, suaranya tidak berisik malahan hampir tidak terdengar. Dan saya coba keliling barusan, kendaraannya nyaman,” ujar Ridwan Kamil usai Evhero bersama Rektor Itenas Imam Aschuri serta Head of Research Team Tarsisius Kristyadi di Kampus Institut Teknologi Nasional (Itenas), kemarin (15/11).

Pria yang akrab disapa Kang Emil itu mengaku, sangat mendukung segala bentuk inovasi berbasis teknologi. Salah satunya mobil listrik.

”Saya punya kegelisahan. Saya ke Jerman semua buatan Jerman, bangunan, motor, piring, kulkas. Kemudian ke  Jepang, semua buatan Jepang, ke Tiongkok apalagi. Di Korsel pemerintahnya pro produk lokal. Kesimpulannya political will, keinginan,” ujarnya.

Hal sebaliknya terjadi di Indonesia. Ketika ditanya top of mind produk Indonesia yang membanggakan di bidang teknologi, maka pertanyaan itu jadi bumerang. ”Motor yang dipakai buatan Jepang, India, dan Cina. Handphone Anda setengahnya merek Korea,” urainya.

Dia memerinci, Indonesia saat ini mencatatkan pertumbuhan ekonomi 5 persen. Namun, Indonesia belum sepenuhnya menjadi raja di daerahnya sendiri. ”Kita bangsa pembeli bukan produsen. Sebab, bangsa sendiri tidak mendapat panggung di negeri sendiri. Padahal orang kita ini pintar-pintar,” ungkapnya.

Di samping itu, kata dia, setiap terobosan kerap berbenturan dengan regulasi. Termasuk soal aturan mobil listrik. Kondisi ini yang kemudian menyeret Dahlan Iskan bermasalah di mata hukum. Makanya, dia berharap mobil listrik buatan Itenas tak hanya dipamerkan dalam bingkai foto, tapi bisa diperlihatkan di jalanan.

”Saya sebagai pihak yang jadi negara (wali kota) kewenangan saya dibatasi. Saya boleh ambil keputusan 70 persen secara hukum otonomi, 30 persennya harus lapor gubernur dan pemerintah pusat,” tuturnya.

Dengan alasan itu, maka tak ayal mobil Itenas pun belum sepenuhnya bisa bebas berkeliaran di Kota Bandung. Emil mengaku, tak mau jika masalah mobil listrik Itenas akhirnya malah berpolemik di kemudian hari.  ”Memang selalu ada dinamika,” ungkapnya.

Tinggalkan Balasan