Mengurai Kemacetan di Jalan Tol, Awal Menuju Masyarakat Nontunai

Kemacetan panjang di jalan tol saat libur panjang bukanlah pemandangan asing. Upaya menambah ruas, memperluas jalan, hingga memperbanyak gardu tol belum cukup ampuh mengurai kemacetan. Simpul terakhir, membuat sistem pembayaran nontunai di gerbang tol.

MULAI Oktober, pemerintah memberlakukan transaksi elektronik di seluruh jalan tol. Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Herry Trisaputra Zuna menyatakan, sebelum berlaku di seluruh ruas tol Oktober nanti, sistem pembayaran full cashless itu diujicobakan.

Ada dua ruas tol yang dijadikan model. Yakni, tol Waru-Juanda di Jawa Timur dan tol Jakarta-Cikampek, Cikopo-Palimanan, Cipularang, dan Purbaleunyi atau biasa disebut ruas tol Cluster 1 di Jawa Barat. ”Untuk Waru-Juanda sudah berlaku hampir sebulan. Cluster 1 akan mulai diberlakukan Juni,” jelas dia saat ditemui di kantornya baru-baru ini.

Soal teknologi yang diterapkan, Herry mengakui memang masih tertinggal dengan negara-negara lain yang sudah menerapkan cashless untuk pembayaran tol. ”Kalau bicara Malaysia, mereka memang baru menerapkan full cashless bulan ini. Tapi, mereka mengejarnya secara alami. Bertahap. Kalau kita dipaksa, waktu mepet harus bisa,” tuturnya.

Herry lalu membandingkannya dengan teknologi yang sudah diterapkan di negara-negara lain. Dia mengungkapkan, Taiwan menggunakan teknologi radio-frequency identification (RFID), sedangkan Hungaria, Bulgaria, dan Jerman menggunakan satelit. Lalu, kebanyakan negara Eropa lainnya menggunakan dedicated short range communications (DCRC). ”Dengan teknologi itu, mereka tidak hanya cashless, tapi juga gateless,” ucap dia.

Ke depan teknologi seperti itu juga diterapkan di Indonesia. Setelah cashless diterapkan 2017, gateless ditargetkan berlaku pada 2018. Di antara tiga teknologi tersebut, RFID paling ideal dan memungkinkan diterapkan di Indonesia. Harganya terjangkau serta pengoperasiannya mudah dan sangat cocok diterapkan di Indonesia. ”Alat on board RFID untuk ditaruh di kendaraan itu harganya murah, sekitar USD 1. Untuk DSRC USD 35 dan untuk alat GPS satelit butuh USD 350. RFID paling ideal, terjangkau,” tambahnya.

Transaksi elektronik sebetulnya bukan hal baru bagi para pengguna jalan tol. Selama ini pemerintah terus menggaungkan mekanisme pembayaran itu. Gerbang-gerbang tol otomatis pun sudah banyak terbangun di pintu-pintu tol. Namun, praktiknya masih jauh dari harapan. Saat ini pembayaran dengan uang elektronik baru 23-26 persen. ”Jika dihitung rata-rata, setiap bulan kita harus kejar target naik 12 persen,” katanya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan