Marak Manipulasi Wali di Nikah Siri

jabarekspres.com, JAKARTA – Layanan nikah siri atau kawin kontrak serta lelang keperawanan yang disajikan www.nikahsirri.com sejatinya merupakan fenomena gunung es. Di kalangan masyarakat praktik seperti ini tidak sulit ditemukan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Kementerian Agama (Kemenag) meminta masyarakat menghindari nikah siri.

Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa’adi mengatakan pernikahan siri atau sering disebut nikah di bawah tangan, sah dilakukan. Selama rukun dan syarat sesuai ketentuan agama Islam terpenuhi. Di antaranya ada calon pengantin perempuan dan laki-lakinya, wali, dua orang saksi laki-laki, mahar, serta ijab qabul.

Di dalam ketentuan Islam, urutan yang boleh menjadi wali nikah adalah ayah kandung, kakek atau ayah dari ayah, saudara se-ayah atau se-ibu, saudara se-ayah saja, anak laki-kali dari saudara se-ayah atau se-ibu, anak laki-laki dari saudara se-ayah saja, saudara laki-laki ayah, anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah. Dari seluruhnya tidak boleh dilangkahi atau diacak-acak.

Nah, yang kerap terjadi dalam praktik nikah siri atau kawin kontrak adalah, manipulasi sosok wali nikah. Bahkan di dalam layanan www.nikahsirri.com itu, penyedia jasa yang akan menyiapkan wali nikah dan saksinya. ’’Kalau yang mahasiswi misalnya, wali nikahnya bisa teman-teman sesama mahasiswa,’’ tutur pendiri www.nikahsirri.com Aris Wahyudi di rumahnya Sabtu lalu (23/9), sebelum diciduk polisi.

Manipulasi wali nikah itu yang kemudian banyak memicu dampak negatif dalam praktik kawin kontrak atau nikah siri. Zainut mengatakan MUI pernah mengeluarkan fatwa tentang nikah siri pada 2006 lalu.

Isi fatwanya adalah, pernikahan siri atau kawin kontrak dipandang tidak memenuhi ketentuan undang-undang dan sering kali menimbulkan dampak negatif. Khususnya bagi pihak perempuan atau istri dan anak.

Di antaranya istri serta anak tidak bisa menuntut hak-hak waris kepada suami. Negara juga tidak bisa mengupayakan pemenuhan hak-hak waris tersebut. Sebab nikah siri tidak tercatat dalam sistem perkawinan pemerintah. ’’Sehingga ulama bersepakat mengeluarkan fatwa bahwa pernikahan harus dicatatkan secara resmi pada instansi yang berwenang,’’ tutur Zainut di Jakarta kemarin (25/9).

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan