Lihat Biennale di SAM, Ketemu OHD di Awarding

Setiap Januari, Singapura punya event seni akbar: Singapore Art Week. Pengunjung bakal mendapati banyak perayaan seni di berbagai sudut kota. Berikut catatan wartawan Jawa Pos JANESTI PRIYANDINI yang pekan lalu berkunjung ke sana.

TUJUAN utama saya ke Singapura pada 11-13 Januari lalu sebenarnya adalah mengunjungi Art Stage Singapore 2017. Tapi, ternyata saya dapat banyak ”bonus”. Sebab, pada saat bersamaan, digelar pula Singapore Art Week (SAW) Ke-5 Selama 12 hari (11-22 Januari), Singapura merayakan visual arts. Ada banyak pertunjukan, pameran seni, hingga forum diskusi yang mendatangkan para pelaku dunia seni rupa.

SAW kali pertama diadakan pada 2013. Program yang diinisiatori National Arts Council, Singapore Tourism Board, dan Singapore Economic Development Board tersebut, selain menarik perhatian warga lokal, mengundang wisatawan asing untuk mengunjunginya.

Para pelaku seni dari Asia, Eropa, dan Amerika Serikat mulai melirik event tahunan tersebut. Turis mancanegara yang penasaran juga bakal dibuat kagum oleh karya-karya seni adiluhung perupa dari berbagai negara.

Selain dengan pameran dan program-program khusus di museum, mereka menggelar event-event lifestyle yang dikemas dengan seni hingga public art walks. Tiga hari di Singapura saya gunakan sebaik-baiknya untuk berkunjung ke beberapa spot yang menggelar program SAW.

Di kawasan Bras Basah, misalnya, ada Singapore Art Museum yang digunakan untuk Singapore Biennale 2016. Di sana dipamerkan karya seni rupa dari 63 seniman asal Asia Tenggara, Asia Timur, dan Asia Selatan. Event yang mengunggah tajuk An Atlas of Mirrors itu berlangsung sejak 27 Oktober 2016 dan berakhir 26 Februari mendatang.

Ditemani Tan Siuli, co-head & curatorial SAM, saya berkeliling melihat karya-karya yang terpajang di sana. Mata saya tertarik melihat sebuah gambar peta di dinding. Lukisan itu ”menyala” ketika ruangan gelap. Berkilau. ”Itu karya seniman Bali, lho. Made Wianta,” ucap Siuli.

Itu lukisan Made Wianta tahun 2012 berjudul Treasure Islands. Menggunakan material kulit kerbau, kaca, dan paku, Made menceritakan sepotong kisah Indonesia pada masa kolonial. Yakni, tentang Perjanjian Breda 1667, saat Inggris mempertahankan kekuasaannya di New Netherlands (kini menjadi New York, AS) dan Belanda mempertahankan kekuasaannya di Pulau Rhun, Kepulauan Banda, Indonesia.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan