Libatkan Warga di Festival Taman Film

jabarekspres.com, TAMANSARI – Festival Taman Film digelar untuk ketiga kalinya oleh Ruang Film Bandung di bawah fly over Pasopati, sejak 2015.

Movie Battle menjadi tujuan festival film ini agar menciptakan interaksi antara penonton dan film yang diputar.

Presiden Ruang Film Bandung Vicry Muhammad mengatakan, tahun ini, ada dua kategori baru dalam ajang Festival Taman Film. Yaitu, premire movie dan international movie.

Primier movie bertujuan untuk mengakat secara momentum publisitas film karya sineas. Sedangkan intertasional movie ingin agar pembuatan film di dunia mengenal Bandung dengan segala ekosistem kreatifnya.

Menuurtnya, festival film ini bertujuan untuk mengaktifkan ruang publik taman film. Agendanya, dengan membuat program perfileman, maka taman film akan berfungsi optimal sebagai ruang interaksi publik antara komunitas dengan masyarakat umum.

”Ini kan ruang publik. Jadi ruang publik harus diberdayakan. Sehingga bisa menyinergikan masyarakat. Baik dari kalangan umum atau akademisi. Sineas juga bisa saling ngumpul di taman ini untuk mengapresiasi film lokal,” tuturnya.

Festival taman film kali ini mengusung tema Pesta Rakyat. Di mana tahun ini, akan lebih melibatkan masyarakat sekitar taman film untuk turut memeriahkan festival ini. Dengan keterlibatan masyarakat langsung, diharapkan interaksi kreatif masyarakat sekitar taman film akan mampu mendukung ekonomi kreatif di kota kembang ini.

”Kita membebaskan siapapun bisa datang ke acara ini. Tidak membatasi umur atau gender. Yang penting semua bisa menikmati film,” jelasnya.

Film yang diputar dalam festival ini tidak hanya lokal dari Bandung saja, tetapi dari seluruh Indonesia. ”Khusus untuk tahun ini, kita juga sudah memasukan beberapa film internasional. Ada 170 film yang masuk. Lalu kami akan seleksi atau screening layak atau tidaknya sebuah film bisa tayang di sini.

Adapun penilaian layak ditayangkan di festival yakni harus memiliki ciri khas tersendiri. Selain itu, harus ada nilai edukasi dan pelajarannya.

”Pesertanya dari berbagai kota. Pasti punya ciri khas masing masing. Yogyakarta khas dengan kebahasaan atau dialek. Bandung banyak nyiptain drama, kayak tragedi. Kalau Jakarta lebih beragam genrenya. Penilaian juga dari konten. Nggak boleh ngandung porno atau SARA. Kualitas dari cerita, sound dan jalan cerita,” bebernya.

Tinggalkan Balasan