Kelebihan Bayar Bisa Dapat Restitusi

Sementara itu, pengamat energi Komaidi Notonegoro menuturkan bahwa  pencabutan subsidi yang dilakukan pemerintah tersebut, dipastikan menuai protes. Sebab, validitas data yang digunakan pemerintah untuk melakukan penyesuaian subsidi listrik tersebut, masih dipertanyakan.

Dalam hal ini, pemerintah menggunakan data rumah tangga miskin dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Indicator kemiskinan yang digunakan TNP2K tersebut  berbeda dengan lembaga-lembaga pemerintah yang lain seperti Badan Pusat Statistik (BPS) atau data dari Kemensos.

”Data kemiskinan itu perlu didiskusikan ulang. Karena kalau dari dulu bicara kemiskinan tidak akan selesai. Data dari Kemensos, TNP2K dan BPS itu kalau parameternya berbeda, hasil datanya juga beda,” jelas Komaidi saat dihubungi kemarin.

Komaidi melanjutkan, untuk menghindari adanya kontroversi, sebaiknya basis data yang digunakan sudah disepakati semua pihak. Selain itu, bisa juga disepakati setiap lembaga melakukan pendataan  bersama-sama.

”Idealnya, satu data bisa dipakai semua. Atau bisa juga Bappenas, BPS dan TNP2K kalau memang harus membuat data, bersama-sama membuatnya. Karena sesuai aturan konstitusi, kalau memang yang berhak mendapat subsidi, ya harus diberikan. Ini harus firmed,”imbuhnya.

Komaidi menambahkan, sebagai bentuk aspek penegakan keadilan, tentu subdisi kepada pelanggan mampu tersebut dicabut. Belakangan, lanjutnya, masih ada ketidaksesuaian persepsi antara pemerintah dan DPR.

Sehingga, perlu dicarikan solusi lebih lanjut agar ada perbaikan mekanisme subsidi. ‘’Mekanismenya usulannya seperti pemberian subsidi LPG maupun BBM yang diberikan secara langsung. Dengan begitu diharapkan bisa langsung diterima manfaatnya kepada yang tepat sasaran,’’ katanya. (dee/ken/rie)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan