Ke Gua Beloyot di Pegunungan Kars yang Melelahkan

Danau Nyadeng dan Gua Beloyot di Kampung Merabu, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, layak dikunjungi. Yang satu danau yang masih alami, satu lagi objek wisata sejarah yang langka.

JUNEKA SUBAIHUL MUFID, Berau

JEJAK SEJARAH: Tapak-tapak tangan peninggalan manusia 4.000 tahun silam di Gua Beloyot di Kampung Merabu, Kabupaten Berau.
JEJAK SEJARAH: Tapak-tapak tangan peninggalan manusia 4.000 tahun silam di Gua Beloyot di Kampung Merabu, Kabupaten Berau.

TAK lengkap rasanya ke Kampung Merabu kalau tidak mengunjungi Gua Beloyot. Gua yang diperkirakan pernah ditinggali manusia 4.000 tahun lalu itu menorehkan jejak-jejak peradaban. Jejak-jejak tersebut hingga kini masih bisa terlihat dengan jelas berupa tapak tangan yang bertebaran di dinding-dinding gua tersebut.

Menurut Kepala Kampung Merabu Franly Aprilano Oley, jarak dari kampung ke Boloyot hanya 4 km. Aksesnya juga gampang. ’’Untuk pengunjung, bisa ditempuh dalam dua jam. Kalau penduduk sini, sejam sampai,’’ ujarnya enteng.

Saya sempat kaget mendengar waktu tempuhnya sampai 2 jam untuk jarak yang hanya 4 km! Franly, rupanya, sedang menghibur tamunya agar tidak jengah mengetahui medannya yang sulit.

Namun, rombongan memutuskan untuk ke gua purbakala Beloyot yang penuh misteri. Kamis (19/1) sekitar pukul 09.15 Waktu Indonesia Tengah (Wita), saya bersama Community Development Manager TNC (The Nature Conservancy) Gunawan Wibisono, Coordinator Protected Area Management TNC Berau Office Maya Patriani, dan pemandu Rahmatullah mulai menapaktilasi jejak sejarah itu.

Kami memulai perjalanan dari belakang rumah warga yang teletak di ujung desa, lalu melewati area permukiman baru, rumah panggung yang baru dibangun dan belum berpenghuni. Lantas, belok ke kiri dan masuk hutan.

Ilalang hampir setinggi orang dewasa seolah menyambut kehadiran kami. Di barisan berikutnya, deretan pohon meranti merah dipadu aneka tumbuhan lain menyapa.

Tapi, rupanya, itu belum benar-benar garis start seperti yang diungkapkan Franly. Baru 15 menit kemudian, titik start tersebut dimulai. Kami memulai dengan melintasi jalan setapak. Jalannya sedikit berpasir sehingga tidak licin. ’’Mungkin dari gunung kars terbawa air ke sini,’’ kata Rahmat.

Selama perjalanan, kami melihat ada dua pohon meranti berukuran besar yang dilengkapi papan nama pengadopsinya. ’’Masyarakat luar Merabu bisa mengadopsi pohon di sini. Dananya sekitar Rp 1,5 juta satu pohon untuk pelestarian hutan ini,’’ ungkap Gunawan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan