Inovasi Harus Selaras dengan Tujuan

Bandung – Ikatan Guru Indonesia (IGI) Jawa Barat menggelar diskusi bertajuk ”Menata 2018, Belajar dari 2017”. Diskusi tersebut merupakan refleksi akhir tahun dalam dunia pendidikan.

Perhelatan yang digelar di Aula SMP Negeri 9 Bandung, dihadiri Ketua IGI Jawa Barat Cucu Sukmana, Kepala Disdik Jabar (diwakili), Kepala Disdik Kota Bandung Elih Sudiapermana serta berbagai pihak lainnya.

Ketua IGI Jawa Barat Cucu Sukmana mengatakan, fokus terselenggaranya diskusi tersebut adalah tata kelola guru. Sebab, di 2017 dirinya menilai masih banyak aspek-aspek yang memiliki kelemahan. Di antaranya profesionalitas dan kesejahteraan guru.

”Sebab guru itu adalah output, yang dihasilkan anak itu juga indikatornya lebih baik adalah guru,” kata Cucu di Aula SMP 9 Kota Bnadung, kemarin (29/12).

Bagi dia, pendidikan tak sekadar instruksi dari pemerintah. Sebab, pendidikan adalah sebuah pemberdayaan, bagi guru maupun anak didik. ”Artinya, tata cara mengajar juga di instruksi oleh pemerintah, ini stigma yang tidak baik dalam peradaban pendidikan,” kata dia.

Menurut Cucu, seharusnya guru diberikan keleluasan untuk mengeksplorasi potensi-potensi yang dimiliki agar menjadi pemberdayaan bagi lingkungan di masyarakat maupun di lingkungan pendidikan. Sehingga guru memiliki karakteristik punya ciri khas dalam strategi mengajar, dalam strategi membina siswa.

Selain itu, persoalan kesejahteraan guru pun menjadi perhatian pihaknya. Di mana ke depan insentif atau pun hak-hak guru jangan sampai mengalami keterlambatan yang dinilai tidak baik bagi kehidupan guru.

”Jadi ke depan, minimal sasarannya tepat. Baik tepat waktu, tepat pada si penerimanya. Kami berharap dorongan-dorongan itu supaya lebih baik dalam tata kelola soal insentif guru atau tunjangan guru,” urainya.

Sementara itu, Kepala Bidang Pendidik dan Tenaga Kependidikan Dinas Pendidikan Jawa Barat Karyono menilai, rendahnya kualitas guru dikarenakan pengalihan kewenangan kabupaten/kota ke provinsi.

Dia mengatakan, kebijakan pusat dan kabupaten/kota selama ini sifatnya hanya berupa kegiatan-kegiatan yang tidak mengakomodir tenaga pengajar secara keseluruhan. ”Sehingga pariatif, guru di daerah tertentu jarang tersentuh, jarang mengikuti pendidikan dan uji kompetensi karena terbatas jangkauan posisi di daerah jauh,” jelasnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan