Hartanto Gunawan, 20 Tahun Berkiprah Entas Anak-Anak Remaja di Thailand

Sudah 20 tahun Hartanto Gunawan tinggal di Thailand. Selama itu, berbagai peran telah dia lakoni. Termasuk menjadi biksu. Namun, kini WNI itu lebih banyak mengabdikan diri di bidang pendidikan nonformal bagi para remaja di sana. Berikut laporan wartawan Jawa Pos


 

JUNEKA SUBAIHUL MUFID dari Bangkok.


 

Gadis-gadis remaja itu duduk bersila di lantai. Mata mereka terpejam. Telapak tangan mereka diletakkan di atas paha. Suasana di ruang komputer Community Learning Center (CLC), Center for Buddha Dhamma Practice and International Charity, Bangkok, itu pun hening. Tak ada suara apa pun.

Maka, ketika diajak masuk ke ruangan tersebut oleh Hartanto Gunawan, guru gadis-gadis itu, saya diminta tidak sampai menimbulkan suara yang mengganggu konsentrasi gadis-gadis tersebut bermeditasi.

’’Yang pakai kaus putih itu baru datang, sedangkan yang kaus hitam sudah akan wisuda, 29 Maret ini,’’ bisik pria kelahiran Jakarta, 1 Juli 1965, tersebut menjelaskan satu per satu muridnya.

Di ruangan itu terdapat 29 remaja yang sedang bermeditasi Rabu siang (22/3). Separo di antara mereka mengenakan kaus putih. Mereka baru bergabung di CLC pada 19 Maret lalu. Sedangkan 13 lainnya berkaus hitam. Mereka akan diwisuda dan dilepas ke tempat kerja.

Tidak hanya di ruang komputer. Di ruang sebelah, 26 remaja perempuan lain juga melakoni aktivitas yang sama. Komposisinya sama, 13 orang memakai kaus putih dan 13 lainnya kaus hitam. Jadi, total murid Hartanto 55 orang.

’’Kalau dijadikan satu ruangan, tidak cukup. Makanya dibagi dua,’’ kata Hartanto.

Meditasi merupakan salah satu kegiatan rutin di pusat pelatihan keterampilan yang didirikan Hartanto pada 22 Oktober 2006 itu. Peserta pelatihan adalah gadis-gadis remaja dari keluarga tidak mampu, yatim piatu, atau anak korban broken home dari berbagai kota di Thailand. Latar belakang agama tidak jadi pertimbangan. Agama apa pun diterima meski umumnya warga Thailand beragama Buddha.

’’Ada kok yang beragama Kristen. Tapi, yang muslim belum ada. Jadi, lembaga kami ini bukan lembaga keagamaan, melainkan bermisi sosial-kemanusiaan,’’ ujar pria yang pernah empat tahun menjadi biksu itu.

Tinggalkan Balasan