Djoko Tjahjono Iskandar, 40 Tahun Abdikan Diri Teliti Katak Indonesia

Bagi banyak orang, katak merupakan hewan yang menjijikkan. Namun, bagi Prof Djoko Tjahjono Iskandar, binatang amfibi itu begitu spesial. Sebab, berkat katak, nama Djoko mendunia.

ANDRA NUR OKTAVIANI, Bandung


 

’’PERKENALAN’’ Djoko dengan katak bisa dibilang tidak sengaja. Setelah menyelesaikan studi di Université des Sciences et Techniques du Languedoc, Montpellier, Prancis, Djoko kembali ke Indonesia dalam kondisi tongpes (kantong kempes) alias kehabisan uang. Dia mengaku jatuh miskin.

’’Saya tidak mampu membeli peralatan untuk meneliti tikus seperti yang saya lakukan selama di Prancis,’’ kata Djoko saat ditemui di ruang kerjanya, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, ITB, Bandung, Kamis (30/3).

Namun, Djoko tidak mau menyerah begitu saja. Seperti peribahasa, tidak ada rotan akar pun jadi, Djoko lalu mencari objek penelitian lain yang lebih ramah di kantong. Sasarannya adalah hewan-hewan di sekitar rumahnya. Dari situ, Djoko ’’jatuh cinta’’ pada katak yang menurutnya menyimpan banyak misteri. Dia kemudian mencari literatur tentang katak untuk mendapatkan informasi awal.

’’Waktu itu saya bodoh sekali. Tidak tahu apa-apa. Jadi, harus belajar sendiri,’’ ungkap pria kelahiran Bandung, 23 Agustus 1950, itu.

Semua literatur mengarah pada literatur dari luar negeri. Tidak ada literatur mengenai katak yang berasal dari Indonesia. Alih-alih putus asa, Djoko malah makin bersemangat. Padahal, saat itu banyak rekan Djoko yang sempat meremehkan keputusannya untuk meneliti katak.

’’Ngapain meneliti katak? Hewan tidak ada gunanya,’’ kata Djoko menirukan cibiran rekan-rekannya.

Djoko bergeming. Dia teguh pada pendiriannya untuk meneliti katak. Terlebih, belum ada orang Indonesia yang secara khusus meneliti hewan itu. Dan, berkat kegigihannya, dia akhirnya tercatat sebagai ilmuwan pertama Indonesia yang bisa menelurkan buku referensi tentang katak.

Dari penelitiannya itu pula disimpulkan bahwa katak ternyata sangat berguna. Beberapa hasil penelitiannya tersebut tercatat dengan baik di jurnal biologi dunia.

’’Katak bisa mewakili kondisi lingkungan tempat tinggal mereka,’’ ucap Djoko.

Entah sudah berapa banyak ekspedisi keluar masuk hutan yang dilakukan Djoko selama 40 tahun karirnya sebagai peneliti katak. Sebanyak 33 spesies reptil dan amfibi baru berhasil dia temukan. Nah, atas keberhasilannya itu, nama Djoko Iskandar dipakai untuk menamai enam spesies reptil dan amfibi baru tersebut. Di antaranya, Luperosaurus iskandari, Fejervarya iskandari, Collocasiomya iskandari, dan Draco iskandari.

Tinggalkan Balasan