Dishub Belum Terapkan Aturan Taksi Online di KBB

jabarekspres.com, NGAMPRAH – Dinas Perhubungan Kabupaten Bandung Barat belum menerapkan peraturan mengenai taksi dalam jaringan (daring/online) per 1 November 2017, lantaran pemerintah setempat masih menginventarisasi data keberadaan taksi daring di wilayahnya.

Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek, ada sembilan substansi yang diatur.

Selain tarif dan kuota, ketentuan ini juga mengatur argometer taksi, wilayah operasi, persyaratan minimal lima kendaraan, bukti kepemilikan kendaraan bermotor (BPKB), domisili tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB), sertifikat registrasi uji tipe (SRUT), dan peran aplikator.

Kepala Dinas Perhubungan KBB Ade Komarudin memaparkan, saat ini belum ada kuota taksi daring di KBB. Pihaknya masih melakukan pendataan berapa total jumlah taksi online yang beroperasi.

“Ada beberapa syarat untuk bisa memberlakukan peraturan ini. Di antaranya kuota taksi, serta komposisi jumlah penduduk dan wisatawan. Tapi saat ini kami terus melakukan pendataan jumlah taksi online ini,” ujar Ade di Ngamprah, Rabu (15/11).

Menurut Ade, pihaknya kesulitan mendeteksi keberadaan taksi daring di KBB. Dalam pertemuan dengan para sopir taksi daring se-Jawa Barat di Bandung beberapa waktu lalu, pengelola taksi daring juga tak bisa menyebutkan data pasti keberadaan taksi berbasis aplikasi ini di KBB.

Dia juga menduga, taksi daring yang melintasi KBB berasal dari luar daerah. Hal ini disebabkan wilayah KBB yang didominasi daerah perdesaan masih didominasi angkutan konvensional.

Meski demikian, Pemkab siap memberlakukan aturan tersebut jika memang taksi daring di KBB sudah terinventarisasi. Nantinya, Pemkab akan memberi rekomendasi izin operasional taksi daring melalui pemerintah provinsi. “Dari Pemkab, sifatnya hanya memberi rekomendasi. Nanti, gubernur yang mengeluarkan izin,” katanya.

Dalam Permenhub, lanjut dia, taksi daring yang beroperasi harus memiliki badan hukum. Hal ini untuk memudahkan penyelesaian jika sewaktu-waktu terjadi sengketa antara pengguna dan penyedia jasa layanan taksi daring. Sementara itu, di luar taksi daring, belum ada aturan mengenai operasional ojek daring. Bahkan, ojek konvensional pun belum ada aturannya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan