Desa Munculkan Stigma Sarang Koruptor

jabarekspres.com, SOREANG – Nota kesepahaman yang telah diteken oleh tiga mentri yang mengatur kerjasama pencegahan, pengawasan, dan penanganan dana desa ditolak secara resmi oleh Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi).

Pembina Apdesi Kabupaten Bandung yang juga Dosen Fakultas Hukum Unpas, Dr Atang Irawan mengatakan, penolakan dilakukan karena dikhawatirkan melahirkan intimidasi dalam pengelolaan dana desa. Bahkan, bisa saja ada stigma jika pemerintahan desa adalah sarang koruptor.

Kendati pegitu, penegakan hukum bila terjadi penyimpangan Dana Desa harus tetap dilakukan, sehingga membuat efek jera.

penegakkan hukum tidak harus digunakan dengan cara pendekatan pidana, akan tetapi banyak instrumen hukum lain yang dapat dijadikan sebagai media untuk menumbuhkan kepatuhan dan ketaatan terhadap hukum.

“Kalau dalam hukum pidana dikenal asas – asas Ultimum Remedium. Tetapi, penegakkan hukum pidana biasa menekankan pada asas primum remedium,”jelas Atang ketika ditemui kemarin (1/11)

Dirinya menilai, kesepakatan yang dilakukan tiga lembaga kementrian itu lebih menekankan pada aspek pidana.Sebab, bila dilihat dari substansinya instrumen kepolisian pada tingkat paling bawah diberikan kewenangan melakukan pengawasan.

Padahal, sudah terdapat aturan lain yang memberikan kewenangan pada lembaga/institusi untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengleolaan dana desa seperti BPK, BPKP , inspektorat daerah, SKPD terkait bahkan KPK dan Kejaksaan.

Selain itu, kalau melihat Diktumnya kejaksaan dan Kepolisian dalam proses awal akan mendahulukan proses pemeriksaan administrasi. Hal ini, sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Tetapi, tindakan ini harus dilakukan sebelum penyidikan atas laporan masyarakat.

“Jadi jika dibandingkan dengan besaran anggaran jauh panggang dari api, sehingga tidak memenuhi Esensi keadilan,” katanya.

Selain itu, jika tidak berhati-hati, bisa menimbulkan Stigma bahwa kades adalah koruptor. Untuk itu, sebaiknya dalam pelaksanaanya harus ada harmonisasi dan sinkronisasi yang memiliki hubungan dengan implementasi. Bahkan, bisa juga diawali dengan ruang lingkup kewenangan maupun lingkup materinya.

“Jadi kalau tidak begitu, akan memiliki kecenderungan kriminalsiasi administrasi. Sehingga, akan menimbulkan rasa tidak nyaman ancaman ketakutaan bagi kepala desa,”tandas Atang (rus/yan)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan