Demi Menebus Dosa Masa Lalu

Berkat konservasi terumbu karang yang kini luasnya mencapai belasan kali lipat, ikan-ikan hias langka pun ikut balik. Tak hanya manyabet Kalpataru, Ikhwan Arief pun laris diundang berbagi pengalaman ke berbagai daerah.

BAYU PUTRA, Jakarta

SYAIFUDDIN MAHMUD, Banyuwangi


BOM ikan itu hanya berjarak beberapa sentimeter dari wajah Ikhwan Arief. Korek pun sudah siap. Tinggal dinyalakan nelayan yang mengancamnya, habislah sudah.

Namun, Ikhwan Arief tak panik. Sebab, dia tahu bom itu tidak akan diledakkan ”Karena pasti dia akan kena juga,” tuturnya saat ditemui di salah satu hotel di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat, Selasa (1/8).

Ketika itu, 2008, di kampungnya, Bangsring, Banyuwangi, Jawa Timur, Ikhwan tengah mulai memelopori pola tangkap ikan hias. Itu dilakukan setelah pria kelahiran 6 April 1984 tersebut mendapat tawaran dua LSM (lembaga swadaya masyarakat), Pelangi di Jakarta dan Gilang di Bali.

Tapi, ikhtiar mengubah tradisi yang telah berlangsung puluhan tahun itu mendapat perlawanan keras. Ancaman bom dari seorang nelayan di atas termasuk bagian dari gelombang penolakan itu.

Sudah berakar dalam mindset nelayan di Bangsring yang pantainya berhadapan dengan Selat Bali, tak mungkin bisa menangkap ikan hias tanpa potasium. Sebab, mereka melakukannya sejak 1960-an. Baik dengan cara menyemprotkannya ke gerombolan ikan hingga kelenger. Maupun diledakkan pakai bom ikan.

Cara apa pun, yang pasti korban terbesarnya adalah terumbu karang. Terumbu karang rusak, ikan-ikan pergi. Menyusutnya jumlah ikan mengakibatkan nelayan Bangsring harus mencari lokasi perburuan baru yang jauh. Di Jember, Malang, Lombok, Manado, Makassar, bahkan Papua.

Tapi, sedikit demi sedikit, berkat kegigihan Ikhwan dan kawan-kawannya di Kelompok Nelayan Samudera Bakti (KNSB), mindset itu dapat diubah. Para nelayan Bangsring kembali ke cara menangkap ikan hias dengan jala. Hanya dengan sedikit modifikasi.

Bukan dengan menebarnya dari atas kapal atau perahu. Melainkan dengan menyelam. Dengan mengandalkan arus laut.

”Jadi, misalnya arus mengarah ke barat, satu orang menunggu di sisi barat terumbu karang dengan jaring dan satu orang lainnya menghalau ikan dari timur. Kalau ikannya nyantol di jaring, baru diambil,” terang Ikhwan.

Tinggalkan Balasan