Cerita Jamaah Tabligh Terjebak Baku Tembak di Filipina Selatan

Tak pernah tebersit dalam benak Handris, 44, dan Andri Supriyanto, 40, akan terjebak dalam situasi konflik bersenjata saat berdakwah. Apalagi di negeri orang. Bersama rombongan, keduanya hanya bisa pasrah sambil menunggu pertolongan.

ZALZILATUL HIKMIA, Jakarta

”ASSALAMUALAIKUM,” ujar Handris begitu keluar dari pintu kedatangan Terminal 2D Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) Sabtu malam (3/6).

Sambil merentangkan tangan, Handris yang mengenakan jubah abu-abu dan kopiah biru tua berjalan cepat sambil menyapa sejumlah anggota Jamaah Tabligh yang menantinya sejak petang. Mereka berpelukan erat secara bergantian.

Handris seolah-olah ingin menyampaikan bahwa kondisinya sehat dan baik-baik saja. Dia pun tak henti-henti menebar senyum kepada mereka yang menyambutnya untuk menunjukkan rasa bahagianya karena bisa kembali ke tanah air dengan selamat. Handris merupakan satu di antara 16 warga negara Indonesia (WNI) yang sempat terperangkap dalam situasi konflik antara kelompok bersenjata dan militer Filipina di Marawi, Filipina Selatan.

Mereka adalah anggota Jamaah Tabligh Indonesia yang tengah menjalankan khuruj fisabilillah dengan berdakwah ke Filipina Selatan. Terbagi menjadi dua kelompok, yakni kelompok 10 dan kelompok 6, anggota Jamaah Tabligh berdakwah dari satu masjid ke masjid lain. Handris berada di kelompok 10.

Saat konflik pecah 23 Mei lalu, kebetulan Handris dan sembilan rekannya sedang berada di Marantao, Lanao del Sur, Filipina. Tepatnya di Masjid Inodaran Jamah, Marantao. Lokasi itu berjarak sekitar 20 km dari Marawi. Para anggota Jamaah Tabligh yang berasal dari Jawa Barat tersebut baru saja tiba setelah menyelesaikan dakwah di Cebu, Filipina.

Kelompok 10 bertolak ke Filipina pada 11 Mei 2017. Dengan pesawat AirAsia, mereka tiba di Cebu, Filipina, keesokan harinya. Mereka melakukan tabligh di Masjid Abu Bakar selama beberapa hari sebelum bertolak ke Marantao.

”Ini masjid kedua. Kami kan ke Cebu dulu. Lalu ke Marawi dengan menggunakan kapal laut,” ujarnya.

Pria asli Bandung itu mengaku tak tahu-menahu soal konflik yang terjadi. Menurut dia, tiba-tiba terdengar letusan peluru saat mereka berada di dalam masjid. Karena penasaran, mereka sempat menengok ke luar. Tapi, tak banyak informasi yang didapatkan. Sampai akhirnya ada beberapa warga yang memberikan bantuan.

Tinggalkan Balasan