Adang Muhidin, Pengusaha Konstruksi Jadi Pebisnis Alat Musik Bambu

Di tangan Adang Muhidin, bambu bisa menjadi barang bernilai ekonomi tinggi. Yakni, dikreasi menjadi alat musik modern. Dia pun punya obsesi bisa mengganti semua alat musik dalam sebuah orkestra dengan alat musik dari bambu.

JUNEKA SUBAIHUL MUFID, Bandung

Adang Muhidin menenteng gitar yang bentuknya tak lazim. Tubuh gitar itu terbuat dari bambu petung satu ruas penuh seukuran paha orang dewasa. Teksturnya agak tersamarkan oleh bridge (pangkal tautan senar) yang juga berbahan bambu, tapi sudah dilaminasi. Yang terlihat jelas bambu hanya di bagian bawah dan atas bodi.

Di bagian leher gitar dan headstock yang terbuat dari bambu gombong, hasil laminasi hampir tak terlihat sebagai bambu. Praktis, gitar semielektrik itu 90 persen bambu. Sisanya, 10 persen berupa senar dan peranti elektronik yang dipasang di dalam gitar.

’’Gitar ini tipe primitif,’’ ujar Adang saat ditemui di kantor Indonesian Bamboo Community (IBC), Jalan Melong Asih, Cimahi, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.

Setelah basa-basi sebentar, Adang mengajak masuk ke studio musiknya. Dia menunjukkan alat-alat musik dari bambu bikinannya. Mulai gitar melodi, bas, biola, dan drum yang ringnya juga dibuat dari bambu.

Dia juga memperlihatkan gitar tipe retro dan ekstrem. Bedanya, pada tipe retro, unsur bambunya masih terlihat. Sedangkan tipe ekstrem sudah susah dibedakan dengan gitar elektrik pada umumnya. Sebab, serat bambu hasil laminasi hampir tak terlihat setelah dicat.

’’Tapi, tetap saja yang paling banyak dicari adalah tipe primitif,’’ ungkap pria kelahiran Bandung, 21 Februari 1974, itu.

Peminatnya tidak hanya dari dalam negeri, tapi banyak juga yang dari mancanegara. Di antaranya, Meksiko, Belgia, Prancis, Yunani, Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Taiwan, Rumania, Slovenia, Malaysia, dan Filipina.

Meski laris manis, IBC konsisten hanya membuat masing-masing tiga gitar, bas, biola, dan drum tiap bulan. Itu ditujukan untuk menjaga mutu. Bila produksi masal, dia khawatir kualitasnya menurun. Itu berbahaya untuk kelangsungan usaha kreatif Adang.

Memang, kualitas produk IBC sesuai dengan harganya yang juga cukup mahal. Gitar melodi, misalnya, dibanderol mulai Rp 8 juta, biola (Rp 2 juta), bas (Rp 9 juta), dan drum (Rp 20 juta). ’’Ini semua biar tetap eksklusif,’’ ungkap Adang yang merintis IBC sejak April 2013 setelah berganti-ganti komunitas.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan