Upaya La Hami dan Layala Terus Berkarya lewat Rumah Musik Harry Roesli (RMHR)

Lampu Meja Kerja Harus Tetap Menyala

Harry Roesli merupakan nama besar dalam dunia musik Indonesia. Meski telah tiada, spiritnya masih terasa. Salah satunya lewat Rumah Musik Harry Roesli (RMHR) yang didirikannya pada 1998.

NORA SAMPURNA, Bandung

”JANGAN matikan lampu di meja kerja saya.” Itu adalah pesan terakhir yang terucap lirih dari bibir (alm) Harry Roesli ketika terbaring lemah di rumah sakit beberapa saat sebelum berpulang menghadap Sang Pencipta, Desember 2004 di usia 53 tahun.

Kepergian seniman legendaris yang dikenal idealis dan menyuarakan kritik sosial dalam karyanya tersebut meninggalkan duka mendalam sekaligus pertanyaan besar bagi keluarga. Terutama bagi kedua putra kembarnya, La Hami Khrisna Parana Roesli dan Layala Khrisna Patria Roesli.

Bahkan hingga sekarang, lebih dari sebelas tahun setelah kepergiannya. ”Kami masih bertanya-tanya, yang mana lampu kerja almarhum,” ujar La Hami saat ditemui di RMHR, Bandung (12/2).

RMHR terletak di tengah Kota Bandung, tepatnya di Jalan W.R. Supratman. Luasnya sekitar 800 meter persegi. Lokasinya mudah ditemukan dengan signage RMHR berwarna merah di bagian depan. Halaman yang cukup luas di bagian muka rumah bergaya kuno tersebut sering dijadikan venue konser. Kemudian, ruang tamunya dijadikan kafe. Masuk ke dalam, ada studio musik dan ruang tengah untuk berkegiatan.

Sambil menarik kursi dan mempersilakan kami duduk, pria kelahiran 6 Juli 1982 itu mengungkapkan bahwa RMHR adalah tentang anak yang ditinggali sebuah ”rumah” oleh sang ayah. Meninggalnya Harry terasa mendadak bagi La Hami dan Layala yang ketika itu berusia 22 tahun. Mereka belum siap.

Tetapi, ucapan sang ayah menjadi pelecut La Hami dan Layala untuk bangkit dan menjaga amanat tersebut. Hami -sapaan La Hami – bercerita, ketika didirikan pada 1998, RMHR menampung banyak anak jalanan untuk diajari bermusik. Krisis moneter kala itu ”melahirkan” banyak pengangguran dan orang yang terbuang di jalanan.

Semasa hidupnya, Harry Roesli yang merupakan cucu pujangga besar Marah Roesli punya jiwa sosial tinggi. Pembinaan tersebut sebenarnya sudah dirintis jauh sebelum itu. Yakni lewat komunitas Depot Kreasi Seni Bandung (DKSB). Dengan memberikan pelatihan musik, Harry ketika itu berharap pelan-pelan bisa ”menjauhkan” mereka dari jalanan dan membina sampai mereka bisa berkarya. Banyak seniman Bandung yang lahir dari DKSB.

Tinggalkan Balasan