SPSI Bahas PP 78 dan BPJS

bandungekspres.co.id – Masalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan dan Jaminan Sosial untuk pekerja menjadi fokus penting yang akan dibahas dalam Rapat Kerja Daerah (Rakeda) Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit (FSP TSK) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Ketua DPD SPSI Jabar Roy Jinto Ferianto mengatakan, pihaknya akan membahas dan mengevaluasi mengenai aturan-aturan tersebut di samping aturan lainnya yang berhubungan dengan pekerja dan buruh.

”Sampai saat ini, persoalan PP 78 belum selesai dan BPJS Kesehatan juga akan dibahas dalam Rakerda ini. Karena banyak perusahaan tidak mengikutsertakan para buruh menjadi peserta BPJS,” jelas Roy ketika ditemui di sela-sela Rakerda di salah satu hotel di Bandung kemarin (25/2).

Selain itu, penegakan hukum ketenagakerjaan dinilainya masih sangat rendah. Pasalnya, saat ini pemerintah Jawa Barat masih enggan menegakan aturan dan masih banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan kepada para buruh dan pekerja.

Dirinya menuturkan, pelayanan BPJS yang masih buruk dan banyaknya penolakan bagi peserta BPJS Kesehatan dari para buruh masih mewarnai pengaduan-pengaduan anggota SPSI yang disampaikan kepadanya.

Roy mencontohkan, para pekerja dan buruh yang telah menjadi peserta BPJS pun banyak yang mengadu terlebih berbagai penolakan ketika hendak berobat masih sering terjadi.

”Ada salah satu amggota kami yang sakit malah harus ada tambahan biaya 10 juta untuk perawatan di rumah sakit,” ujar dia.

Selain itu, menyikapi maraknya PHK yang sedang terjadi akibat melemahnya perekonomian global, akan tetapi pada kenyataannya 11 kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat tidak pengaruh pada dunia usaha.

Dirinya menambahkan, pemberlakukan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada Rakerda ini juga tidak luput dari pembahasan. Namun dirinya meminta pada pemerintah pusat agar para pekjerja asing yang masuk ke Indonesia harus memiliki persyaratan bila ingin bekerja di Indonesia.

”Pekerja asing harus memiliki sertifikasi dan minimal sarjana karena bila para pekerja dengan semua skill masuk ke Indonesia dikhawatirkan pekerja Indonesia menjadi tamu di negeri sendiri,” kata dia.

Roypun meminta kepada pemerintah agar para pekerja Indonesia memiliki daya saing pemerintah harus bisa menyediakan atau memfasilitasi berbagai pelatihan yang memadai. Bahkan agar memiliki daya saing para pekerja kita harus memiliki sertifikasi dan kompentensi di bidang keahliannya masing-masing.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan