Sekolah Inklusi di KBB Sangat Minim

bandungekspres.co.id, LEMBANG –Kabupaten Bandung Barat masih kekurangan sekolah inklusi. Padahal jumlah anak berkebutuhan khusus (ABK) cukup banyak. Saat ini, baru ada dua sekolah yang menerapkan sistem sekolah inklusi. Diantaranya Sekolah Dasar (SD) Negeri Cisomang Barat di Kecamatan Cikalongwetan dan SDN 11 di Kecamatan Lembang.

Hal tersebut diungkapkan Ketua Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Kabupaten Bandung Barat, Dian Rosita kepada wartawan di Lembang, kemarin (8/9). Menurut dia, sekolah inklusi merupakan gabungan sistem pembelajaran di satu lingkungan sekolah antara anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan anak tanpa berkebutuhan khusus (ABTK).

”Mereka bersatu agar saling menghargai dan menghormati. Pelajaran dan kurikulumnya juga sama,” ungkapnya.

Hal itu bertujuan untuk menghindari perbedaan antara para murid penyandang disabilitas dengan murid normal lainnya. Dengan adanya sekolah inklusi, lanjut Dian, ABK dapat bersekolah di sekolah reguler yang ditunjuk sebagai sekolah inklusi.

Dian menjelaskan, program sekolah inklusi sudah mulai dicetuskan oleh pusat sejak 2003. Untuk di Bandung Raya sendiri, sekolah inklusi ini pertama kali di praktekan di SD Tunas Harapan Kota Bandung. ”Yang sudah ada SK-nya baru ada 2, di sekolah ini sudah menerima para penyandang disabilitas,” ucapnya.

Dian menuturkan, minimnya sekolah inklusi di KBB karena kekurang pemahaman secara teknis dari para guru dalam hal sistem pembelajaran model sekolah inklusi. Untuk itu, kata Dian, melalui RBM yang bekerjasama dengan komunitas Save The Children. Nantinya akan mencoba melakukan advokasi kepada guru-guru, orang tua murid terkait pelaksanaan sistem sekolah inklusi.

”Seperti di Lembang kita bersama Save The Children mencoba mensupport para gurunya untuk menangani hal itu, bagaimana cara mempraktekan sistem pembelajaran inklusi,” kata dia.

Melalui RBM, berbagai program diupayakan untuk menangani para penyandang disabilitas dari usia 0-18 tahun. Program tersebut, di antaranya mulai dari sekolah bermain, terapis keliling, parenting (penyuluhan kepada orang tua) dan kebutuhan lainnya.

”Pada 14 September nanti kita akan keliling untuk memberikan penyuluhan tentang kesehatan anak, karena penyandang disabilitas ini sakitnya beda,” ungkapnya.

Sementara itu di tempat yang sama, seorang relawan dari Save The Children Putu Agus Sumiarta menjelaskan, anak penyandang disabilitas dibagi ke dalam beberapa kategori, di antaranya tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunagrahita, tuna daksa, tuna laras (anak dengan gangguan emosi, sosial dan perilaku), tuna ganda, lamban belajar, autis, dan termasuk pula anak dengan potensi kecerdasan luar biasa (genius).

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan