Pemprov Siap Alih Kelola SMK/SMA, Infrastruktur Jadi Evaluasi

 

bandungekspres.co.id, JAKARTA – Anggaran pendidikan sudah mencapai 20 persen dari total belanja APBN. Sudah sesuai dengan amanat konstitusi. Namun, masalah klasik seperti buruknya akses dan infrastruktur pendidikan masih jamak ditemukan. Sekolah rusak, gaji guru honorer kecil, ataupun akses ke sekolah membahayakan menjadi masalah yang tak kunjung terhapus.

Misalnya yang dialami siswa SDN 2 Dunguswiru, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Sebagai catatan, SD tersebut di Kecamatan Balubur Limbangan adalah kampung halaman Kepala Staf Presiden Teten Masduki.

Kejadian itu berlangsung Rabu sore (20/4) sekitar pukul 16.00. Mendadak masyarakat di sekitar SDN 2 Dunguswiru digemparkan bunyi bangunan roboh yang begitu keras. Setelah ditelusuri, ternyata pusat bunyi tersebut ada di ujung bangunan SDN 2 Dunguswiru.

Titik bangunan yang roboh itu ada di bangunan paling ujung. Bangunan tersebut merupakan ruang kelas siswa kelas I. Dipandang dari luar, bangunan kelas itu terlihat masih berdiri. Sebab, tembok muka sekolah tidak ikut roboh. Tetapi, saat dilihat dari samping, ruang kelas terlihat roboh. Berkeping-keping.

Kepala SDN 2 Dunguswiru Halimah menyatakan, robohnya bangunan kelas itu, jelas dia, ibarat ironi menyambut perayaan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2016.

”Garut itu bukan daerah antah-berantah. Masih di Pulau Jawa. Juga dekat dengan Jakarta. Tetapi, nyatanya ada sekolah roboh,” ucap perempuan 53 tahun tersebut.

Halimah mengaku belum lama menjabat kepala SDN 2 Dungsuwiru. Selama ini pihaknya sudah mengajukan permohonan uang rehab ruang kelas rusak berat. Tetapi, meskipun setiap tahun pihaknya mengajukan anggaran, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut tidak kunjung menyetujuinya. Halimah menyebutkan, pemkab beralasan, masih banyak sekolah lain yang membutuhkan anggaran rehab.

Akibat ambruknya ruang kelas itu, SDN Dunguswiru kini tidak lagi memiliki perpustakaan. Sebab, ruang baca tersebut berlokasi persis di samping kelas yang roboh. Untuk keselamatan siswa, ruang perpustakaan itu ditutup. Entah sampai kapan. Ruang belajar siswa kelas II juga ditutup. Sebab, rangka bagian atas dan temboknya retak-retak.

Halimah menceritakan, ruang kelas yang ambruk itu sejatinya sudah satu semester tidak difungsikan. Sebab, sebelum akhirnya roboh, bangunan tersebut sudah tidak layak pakai. Plafonnya jebol. Lantai dan dindingnya retak-retak.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan