OTT di Kemenhub Polisi Amankan Rp 95 Juta dan Rp 1 Miliar

bandungekspres.co.id, JAKARTA – Polisi menemukan uang sebesar Rp 95 juta dan Rp 1 miliar dalam bentuk tabungan di lokasi penangkapan di Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Penangkapan dilakukan di loket Direktorat Perhubungan Laut, lantai 6 dan 12 Kemenhub.

”Untuk Barang bukti ada Rp 34 juta di lantai 6, di lantai 12 ada Rp 61 juta tunai dan bentuk tabungan Rp 1 miliar,” kata Kadiv Humas Polda Metro Jaya Kombes M Awi Setiyadi di kantor Kemenhub kemarin (11/10).

Awi menuturkan, lantai enam lokasi penangkapan adalah loket pelayanan Seafer Identity Document (SID). Dari situ, polisi mengembangkan adanya aliran dana ke lantai 12 di ruangan Kasi dan Kasubdit. ”Ada enam yang kita tangkap ada dua PNS, satu dari PT tertentu, dan ada juga honorer di sini,” papar Awi.

Awi menyebutkan mereka yang terjaring OTT berinisial AR, AD, D, T, dan NM. ”Tapi ini masi dikembangkan. Karena yang kita tangkap ini ditulis kepada siapa untuk siapa,” pungkasnya.

Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian memastikan, pihaknya akan terus mendalami keterlibatan oknum di Kementerian Perhubungan yang terjaring OTT tersebut.

”Kita lakukan interview dan memilah tersangka dan saksi yang lain  dan  mengumpulkan barang bukti yang lain sambil mengembangkan kasus ini,” kata Tito di kantor Kemenhub.

Tito mengatakan, dari Polda Metro Jaya dan Mabes Polri membentuk tim gabungan. Menurut Tito, adanya informasi tentang praktik pungli di Kemenhub yang sudah berjalan lama.

”Untuk itu dari kementerian bekerja sama dengan Polda dan Mabes Polri untuk melakukan penyelidikan,” ujar Tito.

Tito menjelaskan, satu orang ditangkap dengan sejumlah uang untuk membayar yang seharusnya sudah berlaku online, jadi tidak ada pembayaran apapun lagi. Dalam kasus ini, pungli bertujuan untuk mempercepat atau supaya tidak dipersulit, maka disiapkan sejumlah uang.

”Ada yang untuk ukuran panjang kapal, ada juga yang untuk berat kapal, untuk pergantian bendera kapal, dan item lainnya. Itu untuk setiap item ada angkanya sendiri. Jadi harus dibayar,” paparnya.

”Dan juga ditambah pembuatan buku pelaut. Jadi otomatis kasihan masyarakat yang ingin jadi pelaut, nelayan yang ingin menggunakan kapalnya, mereka harus memberikan tambahan uang,” tuturnya.

Tinggalkan Balasan