Nilai UMK Minim, Untuk Lajang pun Tidak Cukup

bandungekspres.co.id, BANDUNG – Para buruh keberatan dengan penetapan besaran Upah Minumum Kabupaten/Kota (UMK) 2017. Mereka menilai, penetapan tersebut harus sesuai dengan pemenuhan hak tunjangan karyawan.

Sekertaris Jenderal Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPSI) Kabupaten Bandung Obet mengungkapkan, para buruh tidak bisa berbuat apa-apa. Sebab, apapun rekomendasi dari bupati dan gubernur tetap terbentur oleh PP 78 tahun 2016 yang membatasi besaran kenaikan maksimal 8,25 persen. Dengan kenaikan sekitar Rp 100 ribu lebih itu sangat berat.

”Jangankan untuk yang telah berumah tangga, pekerja yang masih lajang saja tidak akan tercukupi oleh UMK sebesar itu,” ungkap Obet saat ditemui di Soreang, kemarin (22/11).

Obet mengatakan, UMK 2017 Kabupaten Bandung sebesar Rp 2.463.461 juta tentu saja sangat tidak mencukupi. Apalagi, pemberlakuannya seringkali tidak dibarengi dengan tunjangan pekerja. Padahal, tunjangan anak, istri, pendidikan dan lainnya. UMK itu selalu diakali sebagai nilai komulatif.

”Kalau saja berbagai tunjangan itu diberlakukan, bisa membuat kami sedikit bernafas, untuk kami yang telah berkeluarga. Tapi sayangnya, UMK itu selalu diakali sebagai komulatif, jadi hanya UMK saja yang didapat oleh buruh ini,” tuturnya.

Menurut Obet, permasalahan lain yang selalu dialami oleh para buruh di Kabupaten Bandung adalah ketika UMK baru telah diberlakukan, ketentuan tersebut kerap diakali pengusaha. Contohnya, nilai UMK baru tetap diikuti, namun dibagi tiga kali dalam setahun. ”Yang lebih parah industri menengah dan kecil, UMK tahun lalu itu baru diberlakukan tahun ini,” ucapnya.

Dia pun menjelaskan, walaupun sudah tak bisa berbuat apa-apa, namun, pihaknya mengapresiasi langkah yang kini tengah ditempuh oleh sesama aktivis buruh ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) agar pemerintah membatalkan PP 78.

Kekecewaan serupa juga muncul dari Kabupaten Bandung Barat. Mereka kecewa terkait penetapan besaran upah minimum kabupaten/kota (UMK) yang telah ditetapkan oleh Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan pada Senin (21/11).

Ketua  Federasi  Serikat  Pekerja (FSP) Kimia, Energi, dan Pertambangan (KEP) SPSI Kabupaten Bandung Barat Bawit Umar menyesalkan, keputusan yang diambil oleh gubernur. Padahal, rekomendasi yang disampaikan oleh Bupati Bandung Barat Abubakar sebelumnya, sudah sesuai dengan harapan para buruh.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan