Mendidik Anak Jadi Agen Anti Kejahatan Seksual 

bandungekspres.co.id, JAKARTA— Kasus prostitusi 103 anak yang dijual ke gay dan pedofilia membuat semua pihak menyadari bahwa perlindungan terhadap anak masih minim. Karena itu, Bareskrim, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian P3A) perlu untuk mempercepat pembentukan sistem peringatan dini mengantisipasi kejahatan seksual anak. Yang utama, anak bisa dididik menjadi agen anti kejahatan seksual.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Brigjen Agung Setya menjelaskan bahwa saat ini ada semacam kebiasaan baru di masyarakat yang rentan menimbulkan kejahatan seksual pada anak. Yakni, penggunaan dunia maya yang belum diatur tata caranya. ”Sehingga, anak-anak bisa jadi dalam situasi yang terdorong untuk melakukan kegiatan seksual,” tuturnya.

Belajar dari kasus 103 anak yang dijual mucikari ke gay dan pedofil, ternyata mereka jauh-jauh hari sebelumnya sudah mengetahui soal seksual melalui internet. Padahal, seharusnya mereka bisa dicegah untuk mengakses hal semacam itu. ”Misalnya, orang tua dengan menerapkan aplikasi anti pornografi. Tapi, orang tua tidak mengetahui dan belum terbiasa melakukan itu,” ujarnya.

Bahkan, kebanyakan orang tua membelikan gadget seenaknya pada anak, namun tidak memberikan guidance bagaimana mempergunakan dengan baik. Sehingga, tidak melewati batas dan menimbulkan masalah lainnya. ”Akhirnya, orang tua sibuk dengan gadgetnya dan anak juga sibuk mainkan handphone-nya. Padahal, dunia maya itu merepresentasikan kebebasan,” jelasnya.

Semua orang di dunia maya bisa mengaku dan mengubah identitas. Bahkan, melakukan semuanya di dunia maya. Artinya, situasi ini perlu untuk diatur bagaimana kebebasan itu tidak menimbulkan masalah beruntun. ”Orang tua, guru dan ulama perlu untuk membentuk nilai baru, bagaimana mengelola ini,” ungkapnya.

Setelah anak menggunakan handphone, akhirnya dia memiliki kebutuhan lebih. Misalnya, membeli pulsa paket internet. Lalu, sering kali anak ingin ganti handphone baru, karena teman-temannya yang menganggap handphonenya sudah tidak keren. ”Situasi-situasi semacam ini yang harus diubah,” paparnya.

Karena itu, kunci utamanya sebenarnya di orang tua, bagaimana membuat anak memiliki pemahaman dan nilai-nilai dalam mempergunakan dunia maya dan tidak terjebak dalam kejahatan seksual. ”Ya, orang tua dan semua pihak harus terlibat,” ujarnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan