Madain Saleh, Peninggalan Bangsa Tsamud yang Masih Terjaga

Megah dan Artistik dari Luar, Dalamnya Kamar Sempit

Mengunjungi Madain Saleh bisa mengingatkan dua hal. Satu sisi adalah kehebatan kaum Tsamud dalam mengukir gunung batu. Sisi lainnya, kehancuran mereka karena menjadi umat yang ingkar. Berikut laporan wartawan Jawa Pos Fathoni P. Nanda saat mengunjungi salah satu warisan dunia itu.

BAGI jamaah haji dan wisatawan yang datang ke Arab Saudi, mengunjungi Madain Saleh jelas membutuhkan stamina.

Dari Madinah, perjalanan darat menuju kawasan yang juga disebut Al Hijr (Batu) tersebut bisa ditempuh sekitar empat jam. Itu pun harus dengan kecepatan rata-rata di atas 100 km per jam. Jaraknya sekitar 440 km arah utara Madinah.

Berkeliling di dalam kawasan Madain Saleh juga membutuhkan waktu lebih dari tiga jam. Itu pun terkadang belum menjangkau semua sudut meski sudah menggunakan kendaraan. Sebab, pengunjung juga harus berjalan kaki menyusuri hamparan pasir. Termasuk mendaki bukit batu jika ingin menyaksikan dari dekat peninggalan kaum yang diyakini pernah menempati kawasan itu 800 tahun sebelum Masehi (SM) itu. Air minum dalam jumlah banyak wajib dibawa bila ingin menjelajah hingga tuntas.

Sabtu lalu (8/10) Jawa Pos bersama tim Media Center Haji (MCH) berkesempatan mengunjungi situs arkeologi yang pada 2008 ditetapkan UNESCO sebagai salah satu warisan dunia itu. Berangkat dari Madinah sekitar pukul 08.00, masuk di kawasan Madain Saleh pada 12.00. Kecepatan mobil yang membawa rombongan selalu di atas 120 km per jam. Bahkan pernah menyentuh 180 km per jam.

”Ini sudah 140 km per jam, tapi kok rasanya masih pelan ya,” canda Ahmad Yani M. Tawil, satu di antara dua driver yang mengantar rombongan MCH. Jalanan dari Madinah menuju Madain Saleh memang sangat mulus. Setiap hari tak banyak kendaraan yang melintas. Memacu mobil dengan kecepatan tinggi seperti menjadi hal wajib. Justru aneh kalau ada kendaraan yang berjalan pelan karena bisa menghalangi pengemudi lain.

Sekitar 200 km sebelum Madain Saleh, mata serasa mulai dimanjakan alam. Di kanan kiri jalan terpampang tanah gersang dan padang pasir yang diapit gunung-gunung batu. Tangan serasa tak ingin berhenti memencet shutter kamera meski mobil melaju dengan kecepatan tinggi.

Tinggalkan Balasan