Kisah Mereka Yang Bertahan Hidup HIV/AIDS

Ketergantungan pada obat-obatan, bukan hanya berdampak efek samping. Tapi, itu menjadi bagian dari upaya bertahan hidup bagi mereka yang hidup dengan HIV/AIDS.

Igun Gunawan, Ahmad Taofik, Bandung

PUTRI, sebut saja begitu, memang tak menyembunyikan diri dari masa lalunya. Perempuan asal Sumedang itu, memang ”budak baong” pada masanya. Dia menjadi salah pemakai jarum suntik aktif di masa mudanya.

”Dulu memang kehidupan saya tidak terkontrol, sebenarnya orangtua itu semua taat akan ajaran agama. Mungkin waktu itu, saya salah bergaul,” kata Putri kepada Jabar Ekspres, baru-baru ini.

Dia tidak bercerita banyak kenapa dirinya bisa terjun ke obat-obatan, dia hanya menyebutkan ada masalah yang memang sangat berat yang dia sendiri sulit untuk mengungkapkannya, termasuk pada orangtuanya saat itu.  ”Sampai sekarang tidak ada yang tahu dan cukup saya saja. Sebagai pelampiasan saya mengonsumsi obatan-obatan terlarang dan penggunaan jarum suntik yang sama bersama-sama,” kenangnya.

Suntikan pertama, kata dia, awalnya hanya coba-coba saat bergabung dengan teman-temannya yang kebanyakan laki-laki.

Penampilannya yang tomboy, memang terlihat dominan denan dugaan ”budak baong” untuk daerah yang belum terlalu familiar dengan fesyen androgini

Perempuan yang kerap didamping suaminya itu sebelum memulai pembicaraan dia memperlihatkan gigi suaminya banyak yang tanggal. Mereka memang dulunya pengonsumsi obatan-obatan terlarang.

Awal dirinya mengetahui terjangkit virus mematikan itu, baru terasa ketika tenggorokannya terasa sangat sakit. Anehnya setelah beberapa kali berobat sakitnya itu tak sembuh-sembuh.  ”Lantas dokter menyarankan agar saya melakukan tes HIV,” ujarnya.

Meski sempat tak percaya ketika mengetahu virus HIV sudah menulari tubuhnya, Puteri mengaku, tak bisa menyalahkan teman-teman. ”Saya hanya mampu meratapi diri saya, tadinya saya berpikir dengan mengonsumsi obat-obatan. Stres saya akan hilang, atau bisa berkurang. Tapi justru, malah bertambah,” jelasnya.

Cobaan yang bertubi-tubi itu lah sempat dia berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Namun, niat itu dia urungkan setelah bertemu dengan sesama penderita, yang kemudian dia jadi suaminya. Mereka, terlihat tegar menghadapi kenyataan.  ”Setelah saya telisik ternyata dia kerap melakukan konseling. Oiya, sewaktu pemeriksaan itu CD4. Saya masih tinggi dikisaran 500,” ungkapnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan