Elektabilitas Golkar Terpuruk

bandungekspres.co.id, JAKARTA – Terpilihnya Setya Novanto (Setnov) sebagai ketua umum baru diperkirakan masih sulit mendongkrak simpati publik terhadap Partai Golkar. Kajian dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pimpinan Denny J.A. menunjukkan adanya kesenjangan antara harapan publik dan realitas politik dalam musyawarah nasional luar biasa (munaslub) Golkar yang ditutup pada Selasa (17/5).

Menurut survei LSI, mayoritas responden, yaitu 64,5 persen, memandang Golkar harus membuat branding baru dengan tokoh dan program yang benar-benar menjanjikan bila ingin kembali berjaya. Selain itu, Golkar harus menjadi pemimpin oposisi yang konsisten (12,8 persen) dan dipimpin ketua umum (Ketum) baru yang tidak bermasalah (7,9 persen).

Semua ’’persyaratan’’ dari publik itu terlihat kontradiktif dengan sosok Setnov. ’’Artinya, pergantian pengurus saja tidak cukup,’’ tegas peneliti LSI Ardian Sopa di kantor LSI, Jakarta, kemarin (18/5).

Apalagi, hasil survei LSI menemukan tingkat elektabilitas Golkar anjlok jika dibandingkan dengan Pemilu 2014. Meski masih berada di urutan kedua setelah PDIP, Golkar saat ini hanya memperoleh 10,8 persen. Padahal, dua tahun lalu atau saat pemilu, Golkar berhasil meraup 14,75 persen suara pemilih. ’’Jarak dengan PDIP dalam survei kami cukup jauh, sekitar 10 persen,’’ ungkap Ardian.

Data survei LSI tersebut dikumpulkan sebelum Setnov terpilih. Tepatnya pada 2–7 Mei. Total, ada 1.200 responden yang dipilih secara acak di 34 provinsi. Margin of error sebesar 2,9 persen.

Ardian mengungkapkan, gejala penurunan elektabilitas itu sudah terbaca dari hasil pelaksanaan pilkada serentak pada 2015. Calon kepala daerah dari Golkar menang dengan rata-rata angkanya di bawah 30 persen.

Tugas pengurus baru makin berat karena hingga sekarang belum muncul sosok pemimpin dari internal Golkar untuk Pilpres 2019. Praktis, hanya PDIP dan Gerindra yang sudah memiliki nama dengan tingkat elektabilitas signifikan. Berdasar survei LSI, Jokowi berada di angka 45,5 persen dan Prabowo Subianto 27 persen. ’’Bayangkan, partai pemenang kedua pemilu (Golkar, Red) tidak punya figur yang bisa dimajukan (dalam pilpres, Red),’’ ujarnya.

Karena itu, lanjut Ardian, Golkar harus secepatnya memunculkan branding baru. Selain inovatif, branding tersebut harus ditampilkan elite baru yang lebih segar. Golkar tidak boleh menggantungkannya hanya kepada Setnov. Branding baru itu harus ditelurkan melalui kerja kolektif, baik oleh pengurus harian maupun dewan pembina. ’’Masih ada Pak JK (Jusuf Kalla, Red), Akbar Tandjung, dan Habibie. Ini kekuatan yang cukup besar,’’ terangnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan