Eks Gafatar Tak Sebatas Menampung

[tie_list type=”minus”]Kembali Hidup Layak[/tie_list]

bandungekspres.co.id– Dinas Sosial Kota Bandung langsung bergerak cepat terkait nasib 15 warga Bandung eks Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). Salah satunya dengan melakukan pembinaan dan pengarahan agar mereka kembali hidup layak.

Kepulangan Eks Gafatar
FAJRI ACHMAD NF / BANDUNG EKSPRES

KEMBALI KE KAMPUNG: Seorang anak membawa barang bawaannya dari penampungan Kantor Dinas Sosial Jawa Barat, di Kota Cimahi, Senin (1/2). Sekitar 195 eks anggota Gafatar tersebut dipulangkan ke daerahnya masing-masing.

”Tentu, mereka akan kami bina dan berikan keterampilan, agar dapat kembali hidup layak,” kata Kepala Dinas Sosial Kota Bandung Ajie Sugiat kepada Bandung Ekspres, kemarin (1/2).

Dia menjelaskan, sebetulnya warga Bandung eks Gafatar itu, berjumlah 16 orang. Namun, satu warga bernama Andik langsung pulang ke kelurganya. ”Dia, langsung kembali beraktivitas sebagai penjual ayam potong di Pasar Cihaur Geulis,” tukas Ajie.

Sementara, sebanyak 15 warga lainnya yang ditampung akan diberikan pelatihan sesuai bidang keahlian agar dapat kembali ke masyarakat dan berbaur dalam berkehidupan di Kota Bandung. Untuk langkah lebih jauh, urai Ajie, tidak mungkin selamanya hidup di penampungan.

”Mereka akan ditempatkan di Rumah Susun Sewa yang kosong,” imbuh mantan Kadispora Kota Bandung ini.

Target Dinsos Kota Bandung, kata Ajie Sugiyat, perlakukan sama antara eks Gafatar dengan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Sebab, mereka sama memerlukan pemulihan kejiwaan secara khusus.

Menurut dia, bukan mengecilkan kepribadian eks Gafatar, tetapi secara psikoligi, tetap saja mereka memerlukan penyesuaian berkehidupan. Apalagi hidup di Bandung tidak mudah.

Di tempat terpisah, Ketua Komisi D DPRD Kota Bandung Achmad Nugraha menyatakan, ke 15 orang warga Bandung eks Gafatar yang kini ditampung Dinsos Kota Bandung, harus diterima oleh orang Bandung layaknya masyarakat biasa.

”Tidak boleh membeda-bedakan. Mereka itu korban, misi Gafatar, yang sejatinya tidak disadari,” ujar Amet sapaan akrab politikus PDI Perjuangan tersebut.

Dia menilai, awalnya mereka bertransmigrasi menginginkan perubahan hidup dengan miliki garapan tanah sendiri. Tetapi, sejak terungkap ada misi Gafatar yang menyimpang dari ketentuan hukum perundang-undangan yang berlaku di negara ini, mau tidak mau mereka harus menanggung risiko dari ketidaktahuannya atau yang memang secara kelembagaan terlibat.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan