Brilliant Time, Perpustakaan di Taiwan yang Bernuansa Khas Indonesia

Chang bercerita, pernah ada seorang pekerja domestik (pembantu rumah tangga) asal Indonesia sedang patah hati. Namanya Suri. Hampir setiap akhir pekan dia datang ke perpustakaan Chang. Dia ingin mengubur kegalauan hatinya. Setelah meminta izin Chang untuk menumpahkan unek-uneknya dalam buku yang disediakan tuan rumah, Suri menulis, ”Thank you, that the book that I want…. some book can build my soul.”

Chang memastikan tidak pernah ada buku koleksinya yang hilang. Buku-buku itu keluar dari perpustakaan dengan status dipinjam orang. Bisa sehari, sepekan, setahun, atau bahkan lebih lama lagi. Pengunjung memang bebas membawa buku yang diinginkan dengan catatan harus menaruh deposit untuk ”jaminan”. Nilainya sekitar harga buku. Ada stiker penunjuk nominalnya. Misalnya 100 NTD (new Taiwan dollar) atau sekitar Rp 45 ribu.

Selama buku belum dikembalikan, uang deposit tidak akan disentuh. Bila buku dikembalikan, pengunjung bisa mengambil uang depositnya lagi. Utuh. ”Uangnya tidak diapa-apakan selama dia pinjam buku,” ungkap Chang yang menulis untuk media di Taiwan itu.

Chang hidup dari profesinya sebagai guru bahasa asing. Muridnya kebanyakan buruh migran yang belajar bahasa Mandarin. Biaya kursusnya relatif murah sehingga tidak memberatkan peserta kursus. Chang juga seorang pembicara dalam berbagai forum literasi. Bahkan sampai ke luar negeri. Di antaranya, dia pernah berbicara di Bangka Belitung.

Penghasilan lain Chang didapat dari menulis. Baik fiksi maupun opini. Dia juga ikut mengelola sebuah media yang terbit dalam empat bahasa: Inggris, Taiwan, Indonesia, dan Vietnam.

Melihat berbagai pernak-pernik di Brilliant Time, perpustakaan itu menyerupai pusat kebudayaan dan komunitas internasional. Dengan perpustakaannya tersebut, Chang berharap hubungan manusia antarbangsa di Taiwan semakin baik. Dia pun mengajak orang Taiwan untuk menyukai semua manusia, termasuk warga asing yang bekerja di negaranya. Dia yakin Taiwan kelak akan menjadi negara besar. ”Karena itu, pemikiran warganya juga harus besar. People-to-people,” ucap Chang sembari menyilakan tamunya untuk menikmati pineapple pie. (*/c10/ari/rie)

Tinggalkan Balasan