BI Akhiri Rezim Bunga Tinggi

bandungekspres.co.id – Kebijakan moneter ketat berangsur kendur dengan penurunan suku bunga acuan atau BI rate dua kali beruntun sepanjang tahun ini. Setelah 14 Januari lalu BI rate dipangkas 25 basis poin (bps) menjadi 7,25 persen, bank sentral kembali memotong suku bunga menjadi 7 persen. Itu adalah suku bunga acuan terendah sejak September 2013.

Kebijakan progresif juga dilakukan dengan menurunkan giro wajib minimum (GWM) primer perbankan dalam rupiah sebesar 1 persen. Yakni, dari semula 7,5 persen menjadi 6,5 persen. Ketentuan yang berlaku mulai 16 Maret itu sekaligus menjadi sinyal kuat pelonggaran kebijakan moneter

Dengan penurunan GWM, akan makin banyak dana perbankan yang bisa digunakan untuk ekspansi ekonomi melalui penyaluran kredit.

Gubernur BI Agus Dermawan Wintarto Martowardojo mengungkapkan, membaiknya situasi ekonomi global dan pulihnya ekonomi domestik menjadi dasar kebijakan yang ditempuh bank sentral. ”Kenaikan Fed fund rate 17 Desember lalu membuat ketidakpastian pasar keuangan global mulai mereda. Akibatnya, ruang pelonggaran kebijakan moneter semakin terbuka dengan terjaganya stabilitas makroekonomi,” kata Agus seusai rapat dewan gubernur (RDG) di gedung BI, Jakarta, kemarin. Mantan menteri keuangan itu juga menjelaskan, dampak pemangkasan BI rate yang dikolaborasikan dengan turunnya GWM primer diharapkan dapat dirasakan satu hingga tiga bulan ke depan.

Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo menambahkan, turunnya GWM primer sebesar 1 persen dapat menambah likuiditas hing­ga Rp 34 triliun. Dia menyebut tiga tujuan penurunan bunga dan pelonggaran GWM. Pertama, agar likuiditas perekonomian cukup untuk mendorong pertumbuhan kredit dan menjadi sinyal perbaikan ekonomi yang mulai bergairah.

Kedua, kombinasi kebijakan itu diharapkan membawa dampak yang lebih cepat dan kuat terhadap perekonomian. ”Kalau suku bunga saja, kan pengaruh ke deposito atau lending dan lainnya perlu waktu. Dengan penambahan GWM ini, transmisinya lebih cepat,” tambah Perry.

Ketiga, kebijakan itu merupakan gabungan antara kebijakan makroprudensial dan kebijakan moneter oleh BI. Bauran kebijakan tersebut diharapkan dapat memberikan stimulus dan tambahan likuiditas. Bauran kebijakan itu bisa meningkatkan pertumbuhan kredit menjadi 14 persen. ”Kalau tanpa GWM turun, memang bisa naik dari sekitar 10 persen menjadi 12,5 persen di akhir tahun. Kalau ditambah GWM turun 1 persen, kredit bisa tumbuh lebih tinggi lagi, jadi 14 persen,” imbuhnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan