Belum Ada Laporan PHK Massal

Perusahaan Lakukan Efisiensi

bandungekspres.co.id – Di tengah isu ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) massal seiring penutupan sejumlah perusahaan, industri di Jawa Barat sedikit bergeliat dengan gelontoran investasi yang otomatis memengaruhi serapan tenaga kerja.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat Ferry Sofwan Arief mengatakan, 301.000 tenaga kerja terserap dampak investasi Rp 98 triliun di Tatar Pasundan. ’’Jadi di satu sisi ada PHK, satu sisi ada penyerapan tenaga kerja,” tukas Ferry kepada Bandung Ekspres, kemarin.

Disinggung soal adanya PHK massal terdampak tutupnya sejumlah pabrik oleh perusahaan, salah satunya Panasonic, Ferry mengatakan, hingga saat ini belum terima laporan terkait hal tersebut. Ferry malah menyebut, sejumlah perusahaan bukan lakukan penutupan melainkan akuisisi atau merger. Sehingga, karyawan yang ada dapat tetap bekerja di tempat itu. ’’Yang sebenarnya adalah rasionalisasi. Sehingga karyawan yang ada bisa tetap bekerja atau tidak, tergantung mereka sendiri,” terang Ferry.

Namun begitu, Ferry tidak memungkiri, berdasar laporan pada bulan Januari 2016, sebanyak 2.100 pegawai alami pemecatan. Jumlah itu tersebar di berbagai kabupaten/kota dengan alasan bermacam-macam. Salah satunya, kebakaran yang melanda sebuah pabrik. ’’Jadi faktornya bermacam-macam. Cuma untuk PHK massal, hingga kini saya belum terima laporannya,” tegas eks kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jabar itu.

Ferry kembali meyakinkan, jikalau PHK massal belum tentu terjadi. Maka itu, para pekerja diminta tidak khawatir, karena pemerintah sudah menjamin bila iklim investasi sedang baik, khususnya di Jabar. Saat ini yang sedang terjadi adalah proses akuisisi atau merger yang potensinya sangat besar untuk kembali menyerap tenaga kerja.

Sebelumnya Ketua Dewan Pengurus Provinsi Asosiasi Pengusaha Indonesia Jabar Dedy Widjaja menerangkan, di Jabar, industri tekstil yang terlebih dahulu lakukan efisiensi tenaga kerja. Dedy menyatakan, jumlah tenaga kerja pada sektor tekstil jumlahnya lebih banyak, diperkirakan, angkanya sekitar 20 ribu orang.

Dedy mengutarakan, rencana efisiensi tersebut karena beberapa hal. Di antaranya, tingginya biaya operasional para pelaku industri. Tidak itu saja, industri-industri itu, utamanya, yang berorientasi ekspor, terpaksa melakukan efisiensi pekerja karena terbebani suku bunga perbankan. ’’Sebenarnya, kami tidak ingin hal itu terjadi. Tapi, industri terpaksa karena bebannya yang berat. Ini demi keberlangsungan industri tersebut juga,’’ sambung pria yang kembali terpilih memimpin DPP APINDO Jabar periode 2016-2020 tersebut.

Tinggalkan Balasan