Tak Baik untuk Demokrasi

[tie_list type=”minus”]

 Keputusan PAN Keluar dari Oposisi Langkah Pragmatis

[/tie_list]

JAKARTA – Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta Ubedilh Badrun berpendapat keputusan Partai Amanat Nasional bergabung dengan pemerintah tidak baik bagi demokrasi di Indonesia. Sebab kekuatan oposisi sebagai pengawas kebijakan pemerintah akan berkurang.

”Salah satu ciri demokrasi yang berkualitas adalah oposisi yang kuat untuk melakukan pengawasan terhadap pemerintah. Oleh sebab itu kebijakan PAN untuk bergabung dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo merupakan ’erosi’ keseimbangan politik,” ujar Ubedilah ketika berbincang dengan Antara di Jakarta, belum lama ini.

Direktur Pusat Studi Sosial Politik (Puspol) ini melanjutkan, keseimbangan politik yang tidak sehat akan membuat apa saja kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah merupakan sebuah kebenaran. Selain itu, dengan terjalinnya hubungan dengan pemerintah, secara kuantitatif persentase suara PAN saat Pemilu 2014, yang mencapai tujuh persen, akan beralih ke kubu Presiden Joko Widodo (Jokowi).

”Tentu saja ini akan menguntungkan pemerintahan Jokowi,” kata Ubedilah.

Selain itu, pendiri Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se-Jakarta tahun 1996 tersebut menyebut PAN telah mengambil langkah pragmatis dengan meninggalkan posisi oposisi Koalisi Merah Putih (KMP). Dia menambahkan, dalam idealisme politik, hal itu bisa disebut sebagai “pengkhianatan” bagi kelompok oposisi.

”Saya melihat ada indikasi transaksi untuk perombakan kabinet jilid kedua. PAN mengincar posisi di kabinet,” kata Ubedilah.

Pada Rabu (2/9), PAN menyatakan resmi bergabung dengan kelompok partai pendukung pemerintah setelah difasilitasi oleh Ketua Umum DPP Partai Hanura Wiranto untuk bertemu Presiden Jokowi.Hal itu ditandai dengan datangnya Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan didampingi Ketua MPP PAN Soetrisno Bachir dan Sekjen PAN Eddy Soeparno dengan difasilitasi oleh Wiranto menemui Presiden Jokowi di Istana Merdeka Jakarta. (rep/fik)

Tinggalkan Balasan