Regulasi Kemenkes dan BPJS Harus Dibenahi

Isi Sosialisasi Anggota MPR Adang Sudrajat di Kabupaten Bandung

bandungekspres.co.id– Anggota MPR RI dokter Adang Sudrajat kembali melakukan sosialisasi MPR RI sebagai tugas konstitusi di dapilnya Kabupaten Bandung dan Bandung Barat. Kali ini, dokter Adang melakukan sosialisasi MPR di Aula Desa Rancakasumba, Kampung Babakan, RT 01, RW 12, Desa Rancakasumba Solokanjeruk, Kabupaten Bandung, dari pukul 08.00 hingga 11.00, kemarin (20/11).

Kegiatan Sosialisasi MPR yang dilaksanakan dokter Adang kali ini sangat khas dengan dihadiri 200 orang dari komunitas Pekerja Sosial. Dengan menyoroti isu populer yang melekat pada segmen masyarakat yang sangat luas yaitu BPJS, ternyata perlu adanya perbaikan-perbaikan pada skala kebijakan nasional.

Dokter Adang yang selain juga anggota MPR, juga duduk di komisi IX DPR bidang kesehatan menyampaikan kepada konstituennya pada saat sosialisasi MPR. Bahwa saat ini ia sedang mengkritisi masalah-masalah fundamental yang melekat pada aturan-aturan kesehatan yang ada di kementerian maupun di BPJS Kesehatan.

Dia mencontohkan pada akurasi pendataan penerima bantuan iuran, distribusi keanggotaan dan masalah pelayanan masih belum memuaskan ke sebagian besar masyarakat. Pandangan kritis ini disampaikan langsung oleh dokter Adang kepada Menteri Kesehatan saat rapat Kerja Kementerian dengan DPR RI.

Legislator Jawa Barat II ini memandang, permasalahan kesehatan yang selalu dihadapi hampir seluruh masyarakat perlu melakukan perbaikan dengan berbenahnya lembaga-lembaga bukan hanya BPJS. Tapi juga Kementerian Kesehatan. ’’Undang-undang BPJS telah terimplementasi hampir mendekati dua tahun, namun masalah yang memberatkan rakyat hampir terjadi di setiap level dengan kasus yang berulang. Ini harus kita rombak dan perbaiki demi kenyamanan dan kebahagiaan rakyat Indonesia,” ungkap dokter Adang di depan forum.

Selanjutnya, dia menjelaskan kepada audiens yang hadir berbagai akar masalah kesehatan dan BPJS yang hingga saat ini masih buruk. Yang pertama, lambatnya respons kementerian kesehatan dan BPJS ketika dihadapkan pada pelayanan pada masyarakat. Dan jika ada respons, kebanyakan hanya kasus tertentu dan sistemik.

Kedua, pada pembiayaan yang digulirkan pemerintah direspon sedemikian antusias. Sehingga, mengakibatkan defisit pada kualitas pelayanan dan sarana yang ada. Defisit pelayanan ini dikarenakan pada PKM (Pelayanan Kesehatan Masyarakat), 90 persen beroperasi part timer, dalam arti tidak beroperasional 24 jam.

Tinggalkan Balasan