Ratusan Petani Alih Profesi

[tie_list type=”minus”]Gagal Panen karena Sulit Dapat Air[/tie_list]

NGAMPRAH – Sekitar 250 petani di Desa Cilame, Kecamatan Ngamprah pindah profesi menjadi para pedagang dan buruh. Mereka memilih berpindah profesi lantaran garapan lahan pertanian mengalami gagal panen akibat sulitnya mendapatkan pasokan air bersih. Hal tersebut diungkapkan salah seorang petani Rudi Kartadi, 45, kepada wartawan di Ngamprah, kemarin (15/9).

Menurut Rudi, alasan dirinya memilih berdagang karena garapan lahan pertaniannya mengalami kerugian. Sepanjang musim kemarau yang terjadi hingga saat ini, membuat lahan pertanian banyak yang gagal panen dan kerugian ditaksir hingga ratusan juta. ’’Sudah biasa kalau musim kemarau seperti ini membuat lahan pertanian banyak yang gagal panen. Saya saja yang menggarap lahan sawah sulit mendapatkan air,’’ kata Rudi.

Dari pada harus terus-terusan merugi, lebih baik memilih untuk berdagang singkong, ubi dari hasil tani dari beberapa petani lainnya. Sejauh ini, kata dia, lahan pertanian seperti bawang juga banyak yang mengalami gagal panen akibat kekurangan air. ’’Seperti tanaman tomat, bawang juga banyak yang gagal panen. Jadi, saya memilih berdagang singkong dan ubi yang diambil dari para petani untuk dijual kepada orang lain,’’ ujarnya.

Hal senada juga diungkapkan Kepala Desa Cilame Aas Mohamad Asor. Menurut Aas, berdasarkan laporan dari para petani, kebanyakan saat ini beralih menjadi para pedagang, serabutan dan buruh. Mereka beralasan, jika bertani di musim kemarau lebih banyak rugi dibandingkan keuntungan. ’’Di Desa Cilame ada 250 petani. Rata-rata mereka menjadi pedagang dan buruh kalau di musim kemarau,’’ terang dia.

Di Desa Cilame, lanjut dia, ada sekitar 150 hektare lahan pertanian. Lahan pertanian yang digarap para petani mulai dari menanam padi, palawija dan sejumlah lahan pertanian lainnya. Setiap memasuki kemarau panjang, kebanyakan para petani beralih ke profesi lain untuk menyambung hidup. ’’Kalau sudah kemarau rata-rata pengakuan para petani banyak yang rugi, jadi memilih sampingan lain,’’ papar dia.

Lebih jauh Aas menambahkan, sehari-hari para petani di Desa Cilame memanfaatkan aliran air dari mata air Cijanggel. Namun, ketika memasuki musim kemarau seperti ini, saluran air sangat kecil. ’’Memang ada jatah air untuk wilayah Cilame. Tapi, kalau musim kemarau seperti ini sangat minim. Akhirnya para petani memilih untuk berhenti,’’ pungkasnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan