PLN Mengaku Tak Pernah Beri Keuntungan

BANDUNG WETAN – PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) tidak pernah memberikan sesuatu kepada mantan Bupati Indramayu Irianto M.S. Syaifuddin alias Yance, dalam pengadaan lahan untuk PLTU Sumuradem. Kesimpulan itu didapatkan dari para saksi yang memberikan keterangan pada persidangan di Ruang I Pengadilan Negeri Bandung, kemarin (23/3).

Para saksi itu adalah mantan Pelaksana Tugas Direktur Utama PT PLN Juanda Ibrahim, mantan Sekretaris Percepatan PT PLN Hudaya, pensiunan pegawai PT PLN Yusuf Sutoro, mantan Staf Tim Percepatan PT PLN Sari Febrina, serta mantan Sekretaris Panitia Pengadaan Lahan (P2T) Dadi Haryadi.

Juanda menyatakan, tidak ada keuntungan yang diberikan pihaknya kepada Yance selaku Ketua Panitia Pengadaan Tanah (P2T) untuk PLTU Sumuradem. ’’Tidak ‎ ada keuntungan apapun yang diberikan oleh PLN kepada P2T. Tidak pernah ‎ada,’’ ujar Juanda.

Hal senada juga dikatakan Hudaya. Dirinya mengklaim tidak pernah melihat hadirnya sang bupati dalam rapat pembahasan ganti rugi. Saksi lainnya, Yusuf tidak memungkiri pembangunan PLTU sebagian besar dilakukan oleh lembaga BUMN itu. ’’Karena itu, dilakukan percepatan agar proyek dapat memberikan manfaat dan efisiensi pengeluaran biaya,’’ tukas Yusuf.

Sari, saksi selanjutnya, dicecar pertanyaan seputar ganti rugi yang cukup besar. Sari menyampaikan harga yang dibayarkan merupakan kesepakatan antara PLN dengan warga. Dia tidak berkilah, warga menginginkan harga tinggi, karena beralasan lahan yang akan dibebaskan merupakan sawah dan menjadi sumber mata pencaharian. ’’Itu jadi sumber penghasilan. Jadi warga juga ingin mendapatkan penghasilan tinggi,’’ sahut Sari. ’’Apakah harga yang disepakati itu juga karena sebelum ‎ ada pembebasan oleh Pertamina?’’ tanya kuasa hukum. ’’Itu salah satu faktor juga Pak,’’ jawab Sari.

Usai memeriksa keempat saksi, majelis hakim yang diketuai Marudut Bakara akan melanjutkan persidangan. Masih dengan agenda mendengarkan keterangan saksi, Senin (30/3) mendatang.

Seperti diketahui, Yance diduga menaikkan nilai harga jual tanah atau mark up yang seharusnya Rp 22 ribu per meter persegi menjadi Rp 42 ribu. Tindakan ini mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 42 miliar.

Selain Yance, ada tiga terdakwa lainnya yang diduga terlibat dalam kasus itu. Ketiganya adalah Agung Rijoto pemilik SHGU Nomor 1 Tahun 1990 yang bertindak selaku kuasa PT Wihata Karya Agung, mantan Sekretaris P2TUN Kabupaten Indramayu Daddy Haryadi, dan mantan Wakil Ketua P2TUN yang juga mantan Kepala Dinas Pertanahan Kabupaten Indramayu Mohammad Ichwan. (vil/hen)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan