PKL (Masih) Membandel

Maraknya pedagang kaki lima (PKL) di sekitar Pasar Cicadas yang menggunakan trotoar sebagai tempat berjualan, selain mengakibatkan kemacetan juga merampas hak pejalan kaki yang terpaksa berjalan melalui pinggiran jalan raya.

Marni Agustia Apriani, 31, salah seorang warga, mengatakan, keberadaan PKL, pengguna jalan sangat riskan terkena musibah, seperti terserempet kendaraan, karena harus melintas di pinggiran jalan raya. ’’Harusnya petugas segera mengambil langkah tegas baik memberikan teguran maupun dengan penertiban kepada para pedagang tersebut,’’ katanya di lokasi, kemarin (31/8).

Marni juga heran, karena Pemerintah Kota Bandung sudah memberlakukan denda Rp 1 juta bagi pembeli maupun PKL dalam rangka menegakkan Perda No 4/2011 tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima. Selama ini, masyarakat banyak mengeluh terhadap kemacetan dan kesemrawutan akibat dari badan jalan, trotoar atau fasilitas publik yang digunakan berjualan oleh PKL. ’’Kalau pemerintah tidak mengambil langkah tegas, bagaimana peraturan bisa ditegakkan?’’ keluh Marni.

Sejak awal Februari, denda bagi PKL yang berdagang di zona merah, termasuk pembeli, mulai berlaku di empat wilayah yakni di Jalan Kepatihan, Jalan Dalem Kaum, Jalan Dewi Sartika, dan Jalan Merdeka, yang sudah ditetapkan sesuai Peraturan Daerah No 4/2011 tentang Penertiban PKL.

Namun rupanya beberapa PKL masih ada yang melakukan kucing-kucingan dengan Satuan Polisi Pamong Praja, di antaranya Solehat, 64, yang berjualan rujak di Jalan Merdeka.

Solehat yang sudah berjualan sejak 20 tahun yang lalu terpaksa berjualan di zona merah, dikarenakan tuntutan hidup. ’’Ya sebenarnya saya juga terpaksa jualan di sini, tapi mau gimana lagi, demi anak dan istri, daripada keluarga nggak makan,” ujar Solehat kemarin (6/8).

Menanggapi masih adanya PKL yang membandel, Kepala Bidang Ketertiban Umum dan Kententaraman Masyarakat Satpol PP Kota Bandung Memet Rahmatnur menukas, bahwa pihaknya terus melakukan patroli untuk menjaga ketertiban di zona merah. Upaya itu dengan berpatroli setiap hari.

”Melihat kondisi kita yang sekarang ini, dengan kekuatan anggota yang ada sudah maksimal. Kalau melihat hasil di lapangan, belum dapat dikatakan 100 persen, karena kita keterbatasan anggota. Tibum sendiri terdiri dari empat kepala unit, kepala unit membawa anggota empat regu, satu regu idealnya sepuluh, namun kenyataan yang hadir di lapangan ada yang enam, tujuh orang anggota. Jika ingin lebih baik lagi, minimal mempunyai 1000 pasukan, karena kita menertibkan di 30 kecamatan,” ujarnya, kemarin (1/9).

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan