Pilkada Langsung yang Dilematis

BANDUNG – Pro dan kontra adanya proses teknis Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung, masih dapat ditemui dalam penerapannya.

LAKUKAN KOTROL: Ketua KPU Jabar Ferry Kurnia R (kedua dari kanan), saat memantau persiapan Pilkada di beberapa tempat tahun lalu.
LAKUKAN KOTROL: Ketua KPU Jabar Ferry Kurnia R (kedua dari kanan), saat memantau persiapan Pilkada di beberapa tempat tahun lalu.

Hal itu juga terungkap dalam diskusi bersama Ketua KPU Jabar Ferry Kurnia R, yang diselenggarakan oleh Ikatan Alumni Pemerintahan Universitas Padjajaran (IKA IP) yang dilangsungkan di Black Café, Jalan Dipatiukur kemarin (31/1).

Menurutnya, Pilkada langsung itu dilematis. Karena negara dan pasangan calon dipastikan akan mengeluarkan banyak anggaran. Akan tetapi, hasilnya belum tentu optimal.

Selain itu, dalam penyelenggaraan Pilkada, banyak kepala daerah yang menemui masalah. Sehingga dalam beberapa kasus, calon kepala daerah harus berurusan dengan hukum.

’’Para calon banyak yang melakukan korupsi dan hal negatif lainnya, karena mereka harus kembali modal ketika mencalonkan menjadi bupati atau gubernur,’’ ucap Ferry.

Dari indikasi, tersebut dia menilai seorang calon kepala daerah tidakbisa melakukan politik uang saat dirinya berniat untuk mencalonkan diri, dengan alasan untuk menarik masa. Dia berpendapat, jika dibandingkan dari faktor biaya, dalam Pilkada langsung yang lalu penggunaan anggaran telah menelan biaya Rp 41 triliun. Sedangkan untuk Pilkada tak langsung, anggaran yang dikeluarkan sangat minim.

Selain itu, anggran tersebut belum termasuk biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing calon kepala daerah yang mengikuti kompetisi dalam Pilkada.

Melihat kondisi tersebut, apabila di Indonesia bisa dilakukan Pilkada tidak langsung, sebetulnya anggran tersebut bisa dialihkan untuk pembangunan infrastruktur.

Dengan Pilkada tak langsung, kata dia, maka money politics bisa diminimalisir. Di sini, peran seluruh masyarakat dan perangkat negara seperti KPK untuk mengawasi calon dan DPRD akan berjalan maksimal. ’’Kontrol dari keduanya harus bersifat massif dan ketat terhadap calon yang akan bertarung di Pilkada. Jika perlu, calon kepala daerah harus dikarantina,’’ terang Ferry.

Akan tetapi, Ferry juga berpendapat, Pilkada langsung sebetulnya adalah eksperimen dari demokrasi liberal. Dimana para penganjurnya berharap akan muncul kekuatan politik masyarakat madani (civil society) di tingkat lokal. Tujuan Pilkada langsung baik, yaitu untuk memperkuat partisipasi politik masyarakat di tingkat lokal. Namun, masih banyak kelemahannya karena tidak mempertimbangkan aspek-aspek lainnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan