Pilkada Hanya Satu Putaran

Pelaksanaan Tetap di 2015

JAKARTA – Rapat panitia kerja (panja) revisi UU Pilkada empat hari terakhir menghasilkan sejumlah kesepakatan. Panja memastikan, pelaksanaan pilada dilangsungkan tahun ini dengan durasi yang lebih singkat. Selain memiadakan uji publik, panja menghapus potensi pemungutan suara putaran kedua.

Hasil revisi tersebut dibahas hari ini di Komisi II DPR, kemudian diparipurnakan besok (17/2). Meski begitu, tidak berarti kesepakatan panja tersebut bakal mulus di paripurna. ’’Normatifnya, sebelum diketok, semua kemungkinan (perubahan) masih ada,’’ ujar anggota panja Muhammad Arwani Thomafi di Jakarta kemarin (15/2).

Sedikitnya, terdapat sepuluh poin yang disepakati panja. Poin utamanya adalah jadwal pelaksanaan pilkada. Panja menyepakati pilkada berlangsung tiga gelombang sebelum Pemilu 2019. Gelombang pertama dilaksanakan pada Desember 2015. Itu ditujukan untuk kepala daerah yang masa jabatannya habis 2015 dan semester pertama 2016.

Kemudian, gelombang kedua dilaksanakan pada Februari 2017 untuk kepala daerah yang masa jabatannya habis semester kedua 2016 dan sepanjang 2017. Gelombang ketiga digelar pada Juli 2018 untuk kepala daerah yang habis masa jabatannya pada 2018 dan 2019. ’’Muaranya, pilkada serentak nasional pada 2027,’’ lanjut politikus PPP itu.

Poin krusial yang lain adalah dihapuskannya pemungutan suara putaran kedua dan persyaratan uji publik. Arwani menjelaskan, panja sepakat menghapus syarat kemenangan yang diatur dalam pasal 109 ayat (1). Dengan demikian, siapa pun calon yang memperoleh suara terbanyak akan memenangi pilkada.

Sedangkan penghapusan uji publik dilakukan dengan sejumlah pertimbangan. Arwani menuturkan bahwa pada dasarnya, substansi uji publik sudah ada dalam tahapan verifikasi administrasi calon kada. Dalam melakukan verifikasi, penyelenggara tentu akan melaksanakan berbagai pengecekan, termasuk terjun ke lapangan.

Di sisi lain, panja mendorong parpol agar lebih transparan dalam penjaringan calon. Sebisa mungkin parpol harus melibatkan publik dalam penjaringan calon kepala daerah. Masukan-masukan dari masyarakat sangat penting untuk menentukan apakah calon tersebut bisa diharapkan atau tidak.

Poin yang lain mengenai persyaratan usia dan pendidikan calon, KPU sebagai penyelenggara pilkada, serta paket pencalonan. Kemudian, ada persyaratan dukungan calon independen, pendanaan, hingga penyelesaian sengketa pilkada (selengkapnya lihat grafis).

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan