Penjualan Motor Anjlok 23 Persen

[tie_list type=”minus”]Lebaran Tidak Menolong, AISI Ubah Target[/tie_list]

 JAKARTA – Kebijakan-kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla belum ampuh memperbaiki daya beli masyarakat. Terbukti, penjualan sepeda motor selama enam bulan pertama tahun ini tercatat anjlok 22,7 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

By Pass Cicalengka Masih Macet pada H-1
AMRI RACHMAN DZULFIKRI/BANDUNG EKSPRES

TAK LAGI MERIAH: Pemudik yang melintasi jalur selatan terjebak kemacetan yang cukup parah di Jalan By Pass, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung, Kamis (16/7) lalu.

Menurut data Asosiasi Sepeda Motor Indonesia (AISI), jumlah sepeda motor yang terjual sepanjang Januari hingga Juni 2015 hanya mencapai 3,2 juta unit. Sedangkan, semester pertama tahun lalu, penjualannya bisa mencapai 4,2 juta unit. Penurunan penjualan itu terjadi pada seluruh merek motor yang terdaftar di AISI. ”Kondisi masih berat, bahkan Lebaran tidak terlalu banyak menolong,” ujar Ketua Umum AISI Gunadi Sindhuwinata kemarin.

Dengan melihat pencapaian selama enam bulan pertama tahun ini yang turun tajam, pihaknya terpaksa kembali menurunkan target penjualan. Sebelumnya, AISI optimistis bisa meraih penjualan 7,7 juta unit hingga akhir tahun. Namun, setelah melihat penjualan kuartal I seret, AISI menurunkan target menjadi 6,7 juta unit. ”Dengan kondisi seperti ini, kami perkirakan hanya sampai 6,2 juta unit,” tuturnya.

Menurut Gunadi, turunnya penjualan tersebut menunjukkan bahwa daya beli masyarakat masih rendah. Setidaknya ada tiga alasan yang membuat konsumsi daya beli masyarakat tertekan. ”Pertama, tentu karena kenaikan harga barang-barang konsumsi atau kebutuhan sehari-hari. Biaya hidup sehari-hari semakin tinggi. Itu sangat-sangat memengaruhi daya beli masyarakat,” katanya.

Yang kedua, dilepasnya harga bahan bakar minyak (BBM) mengikuti mekanisme pasar membuat ongkos transportasi menjadi semakin mahal. Uang rakyat tersedot untuk biaya hidup sehari-hari. Ketiga, turunnya harga komoditas perkebunan dan pertambangan mengakibatkan pendapatan masyarakat, khususnya luar Jawa, menjadi berkurang. ”Banyak yang kemudian menunda pembelian,” tambahnya.

Dia menuturkan tidak bisa lagi mengharapkan penjualan dari Pulau Jawa karena pertumbuhannya cenderung flat setiap tahun. AISI justru melihat daerah-daerah baru di luar Pulau Jawa sebenarnya sangat prospektif untuk digarap karena pertumbuhan ekonominya cukup pesat. ”Di Pulau Jawa, pasar boleh dikatakan sudah hampir jenuh. Tidak bisa naik signifikan lagi. Sementara di daerah-daerah kecil, justru terlihat naik,” jelasnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan