Pemkot Ajukan 17 Raperda

Tak Ada Perubahan SOTK

bandungekspres.co.id– Belum rampungnya kajian Rancangan Peraturan Daerah Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemerintah Kota Bandung, terkait perubahan produk hukum daerah, memunculkan penafsiran yang berbeda di antara sesama anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD Kota Bandung.

Sebagian legislator menilai ketidaksiapan itu diakibatkan perbedaan pandangan dalam sikapi keberadaan konstitusi. Tetapi, memang ada juga SKPD yang belum merampungkan kajiannya.

Ketua Bapemperda Tedi Setiadi mengatakan, ada beberapa raperda yang ditunda karena terkendala peraturan pemerintah yang belum turun. Namun, sebenarnya itu bukan maslah krusial ketika SKPD itu memandang mendesak perda yang ada tidak lagi memenuhi unsur kepentingan masyarakat. ’’Kekuatan argument serta dasar kepentingan harusnya jadi acuan. Ada tidak adanya PP bukan halangan membentuk produk hukum daerah,” tukas Tedi, kemarin.

Menurut politisi PKS ini, hadirnya Perda yang tidak dilandasi PP, bukan sebuah dosa. Ketika PP itu turun, tinggal merubah dan mensikronkannya dengan aturan lebih tinggi. ”Saya berani berkata begitu, semua itu hasil konsultasi dengan Kementerian terkait,” ujar Tedi.

Dari fakta yang berkembang itu, lanjut Tedi saat ditemui Bandung Ekspres usai rapat koordinasi dengan para pimpinan SKPD Pemkot Bandung, untuk tahun 2016 hanya ada 17 Raperda yang akan diagendakan masuk dalam program legislasi daerah.

Itupun untuk Raperda perubahan SOTK, BPBD, Satpol PP dan kerja sama natar lembaga, tidak masuk. ’’Raperda itu batal karena menunggu PP-nya turun,” ucap Tedi.

Sementara itu, memasuki triwulan pertama tahun 2016, kemungkinan raperda yang dibahas melalui mekanisme Pansus dewan, berdasarkan kesanggupan SKPD terkait baru, Perpustakaan Daerah, Dinas Pemakaman dan Pertamanan serta Satpol PP untuk bidang penyidikan. ’’Untuk Satpol PP, perda penyidikan sudah terlalu lama. Perda yang ada dikeluarkan tahun 1986. Ini memang mendesak untuk dirubah,” sebut Tedi.

Sejauh ini, pihaknya belum dapat lakukan evaluasi terhadap perda-perda yang ada. Sebab, dari sisi anggaran tidak memungkinkan. Meski demikian, semua pihak memahami. ’’Melalui tata kelola peraturan perundang-undangan, tidak mungkin pemerintahan berjalan tanpa regulasi, ”pungkas Tedi. (edy/vil)

Tinggalkan Balasan