Menaker Targetkan Zero PLRT

Dilakukan Bertahap Hingga 2014

JAKARTA – Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri mengatakan, pemerintah akan terus menekan jumlah penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri sebagai ‘domestik worker’ atau penata laksana rumah tangga (PLRT). Jumlah penempatan TKI ‘domestik worker’ itu akan ditekan sampai titik nol (Zero PLRT) sampai 2017.

TKI Indonesia
TERPAKSA: Ratusan Tenaga Kerja Indonesia yang overstay tiba di Common Lounge TKI Bandara Soekarno – Hatta, Tangerang, Senin (19/1). Sebanyak 482 TKI overstay yang bekerja di Saudi Arabia dipulangkan ke Indonesia yang terdiri dari 418 orang dewasa, 30 anak-anak dan 34 bayi.

’’Secara bertahap, kita tekan terus penempatan TKI PLRT ke luar negeri dengan memperbanyak TKI yang bekerja di sektor formal. Selain itu, kita mengarahkan pekerjaan rumah tangga kepada jabatan tertentu berdasarkan kompetensi kerja khusus,’’ kata Menaker M Hanif Dhakiri di gedung DPR, Jakarta kemarin (22/1).

Target ini disampaikan Hanif, dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR bersama Kepala BNP2TKI Nusron Wahid. Rapat kerja perdana yang dipimpin Ketua Komisi IX Dede Yusuf, membahas program kerja 2014 dan Kebijakan Rencana Program 2015 dan roadmap penyelesaian masalah TKI di luar negeri.

Menaker mengatakan, peralihan posisi kerja TKI PLRT dilakukan dengan meningkatkan kualitas calon TKI agar menguasai keterampilan dan kompetensi kerja. Sehingga bisa menduduki jabatan profesi tertentu yang lebih spesifik saat bekerja di luar negeri.

’’Secara bertahap sampai tahun 2017, kita akan mengganti penempatan TKI PLRT dengan jabatan kerja sesuai kompetensi yaitu caregiver (pengurus jompo), care worker (pengurus rumah tangga), babysitter (pengasuh bayi/anak), cook (juru masak), gardener (tukang kebun) dan driver (supir),’’ terang Hanif.

Untuk mempercepat peralihan status kerja dari TKI PLRT menjadi TKI berdasarkan jabatan tertentu itu, maka setiap jabatan TKI akan melekat pada visa kerja sehingga dapat secara otomatis dimasukkan dalam kontrak kerja antara pengguna dan TKI yang bersangkutan.

’’Jadi pilihannya adalah harus ada pengakuan kerja berdasarkan jabatan dan profesi. Negara-negara penempatan harus mengakui sebagai pekerja dengan jabatan dan profesi tertentu yang memiliki hak-hak normatif seperti hak jam kerja, libur, pendapatan sesuai standar minimal, hingga asuransi,’’ ucapnya. (fat/jpnn/far)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan