Masih Banyak Celah Kebocoran

JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan hasil audit keuangan negara semester I tahun 2015 kepada DPR. Dalam rapat paripurna DPR di Jakarta, Senin (5/10), Ketua BPK Harry Azhar Azis menyatakan, masih banyak celah-celah yang mengakibatkan bocornya keuangan negara.

BPK-Serahkan-Audit-Kesiapan-Pelaksanaan-Pilkada-Serentak
Istimewa

BERIKAN AUDIT: Ketua BPK Harry Azhar Azis bersama pimpinan DPR menyerahkan hasil pemeriksaan jelang pilkada. Harry menilai masih ada celah-celah yang mengakibatkan bocornya keuangan negara.

Hasil audit BPK yang diserahkan ke DPR itu memuat ringkasan dari 666 objek pemeriksaan yang terdiri atas 117 objek pada pemerintah pusat (17,75 persen). Jumlah itu terdiri dari 97 hasil pemeriksaan laporan keuangan (LKP) dan 20 hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT).

Menurut Harry, BPK memberikan opini wajar dengan pengecualian (WDP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2014. Pengecualian itu dikarenakan adanya aset dari kontrak pertambangan dan utang pemerintah ke pihak ketiga yang tidak didukung dokumen memadai.

’’Aset Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) senilai Rp 2,78 trilliun tidak dapat dijelaskan, utang kementerian negara/lembaga (KL) kepada pihak ketiga tidak dapat ditelusuri dan tidak didukung dokumen yang memadai,” paparnya.

Harry juga mengungkapkan, hasil pemeriksaan atas realisasi dana Bantuan Siswa Miskin (BSM) pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan per 31 Desember 2014 senilai Rp 2,90 trilliun ternyata belum sampai ke siswa penerima. Uang yang sudah terlanjur dicairkan namun belum sampai ke penerima itu juga tidak dikembalikan ke kas negara.

Sedangkan untuk hasil audit atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) terdapat 10.154 temuan yang memuat 15.434 permasalahan. Temuan itu diperoleh dari audit atas 518 objek pemerintahan daerah dan 31 BUMD.

Hasilnya, ada 7.890 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Nilanya pun terbilang wah karena mencapai Rp 33,46 trilliun.

’’Dari masalah ketidakpatuhan, sebanyak 4.069 permasalahan berdampak pada pemulihan keuangan negara/daerah/perusahaan senilai Rp 21,62 trilliun,” ujarnya.

Harry merinci, angka Rp 21,62 triliun itu terdiri dari permasalahan yang mengakibatkan kerugian sebesar Rp 2,26 trilliun, potensi kerugian Rp 11,15 trilliun, dan kekurangan penerimaan Rp 7,85 trilliun.

Selain itu masih ada terdapat 3.137 permasalahan penyimpangan administrasi serta 144 permasalahan ketidakpatuhan yang mengakibatkan ketidakekonomisan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan. ’’Itu senilai Rp 11,84 trilliun,” pungkasnya. (rka/vil)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan